HUKAMANEWS – Di era modern, meritokrasi seharusnya menjadi prinsip utama dalam penunjukan pejabat. Kompetensi, integritas, dan dedikasi pada rakyat seharusnya menjadi faktor penentu. Namun, kenyataan seringkali berbeda. Masih banyak pejabat yang ditunjuk berdasarkan balas budi, nepotisme, atau bahkan politik transaksional.
Pejabat tak berkompeten yang ditunjuk dari hasil balas budi merupakan benalu bagi kemajuan bangsa. Mereka tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Pengamat politik dan praktisi hukum Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai catatan kritis terhadap fenomena ini.
***
DI BALIK gemerlap kursi kekuasaan, seringkali terselip kisah kelam nepotisme dan balas budi. Pejabat yang ditunjuk bukan atas dasar kompetensi, melainkan karena kedekatan dengan penguasa atau imbalan atas jasa di masa lalu. Praktik ini tak hanya merugikan rakyat, tetapi juga menggerogoti sendi-sendi demokrasi dan pembangunan bangsa.
Penunjukan pejabat tak kompeten bagaikan menaruh bom waktu di tubuh pemerintahan. Mereka yang duduk di kursi empuk tanpa bekal kemampuan yang memadai, hanya akan melahirkan kebijakan yang blunder dan program yang sia-sia. Rakyat yang seharusnya merasakan manfaat dari kepemimpinan, justru terjebak dalam lingkaran frustrasi dan kekecewaan.
Dampak dari pejabat tak kompeten tak hanya sebatas pelayanan publik yang buruk. Lebih jauh lagi, hal ini dapat menghambat laju pembangunan nasional. Dana negara yang seharusnya digunakan untuk memajukan rakyat, terbuang sia-sia untuk membiayai program yang tak jelas arah dan manfaatnya.
Pertumbuhan ekonomi yang stagnan, investasi yang belum optimal, daya saing industri yang sangat rendah, ruang kemiskinan yang masih tinggi, harusnya menjadi perhatian penting bagi para pemangku kebijakan. Pemerintah harus serius menciptakan kebijakan perdagaan dan pengelolaan sistem industri modern agar supaya tidak selalu tertinggal dan kalah berkompetisi dengan negara-negara lain seperti china. Disparitas distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan adalah persoalan penting yang harus menjadi perhatian Negara. Semua kerja besar ini membutuhkan sosok-sosok professional yang kompeten di bidangnya.
Baca Juga: Hati-hati! Pencurian Saldo E-wallet Makin Canggih, Cek 5 Tips Cara Melawannya
Dalam kondisi geopolitik dunia yang tidak menguntungkan seperti sekarang, masalah pengangguran, kemiskinan, inflasi, hutang, sistem ekonomi, ekonomi politik, kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi nasional adalah instrumen penting yang harus menjadi perhatian semua pemangku kekuasaan. Jika para elite hanya pandai beretorika, memberikan jabatan strategis pada SDM yang kualitasnya rendah, sampai kapanpun kehidupan masyarakat Indonesia dalam masalah besar.
Perjuangan Menuju Indonesia Adil dan Bermartabat
Fakta tak terbantahkan bahwa korupsi masih marak di berbagai sektor, kesenjangan ekonomi makin menyolok di negeri ini. Bank Dunia mencatat, 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 70 persen kekayaan nasional. Ketimpangan ini menyebabkan kemiskinan, pengangguran, dan berbagai masalah sosial lainnya membayangi.
Baca Juga: Rekam Jejak Serangan Ransomware di Indonesia, Urutan Terakhir Buka Kedok Pemerintahan Sebenarnya!