HUKAMANEWS – Sebuah video singkat berdurasi 16 detik yang tersebar di berbagai platform media social. Terlihat konvoi belasan kendaraan roda dua dan roda empat, motor dan mobil, di sekitaran kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan. Belasan kendaraan tersebut sempat berhenti selama beberapa saat di depan gerbang utama kantor Kejagung sambil membunyikan sirine dengan keras.
Teror ternyata juga dialami seorang Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) yang dilakukan oleh seorang oknum Brimob. Pengintaian yang dialami Jampidsus diduga berkaitan dengan kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang bernilai Rp 271 triliun yang saat ini disidik Kejagung.
Rentetan kejadian teror ini membuka mata kita bahwa ada kekuatan besar yang mampu melakukan segala cara demi mempengaruhi penegakan hukum, alih-alih dengan menggerakkan aparat dari institusi lain, agar tak mengusik kepentingan mereka.
Tentang hal ini, pengamat politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai catatan penting terkait aksi saling sandera antar elite politik dan kroninya dalam kasus penegakan hukum di Indonesia.
Teror yang dilancarkan sekelompok oknum Brimob di Kejaksaan Agung RI menjadi tamparan keras bagi wajah hukum di Indonesia. Kejadian ini bagaikan cermin yang memantulkan realita pahit: negeri ini masih jauh dari baik-baik saja.
Di satu sisi, kita melihat upaya penegakan hukum yang dijalankan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus korupsi IUP PT Timah senilai Rp 271 triliun. Di sisi lain, ada kekuatan besar yang berusaha mengintervensi dengan cara teror dan intimidasi.
Baca Juga: Taktik Phishing via Dropbox Mengincar Staf Keuangan, Waspada Serangan Siber Terbaru!
Teror ini tak hanya menyasar institusi, tetapi juga individu. Jampidsus Kejagung bahkan dibuntuti, seakan-akan ada pesan untuk menghentikan langkahnya. Belum lagi peretasan running text LED Display di Kejagung beruliskan: ‘Maaf Kami Hack’, semakin mempertegas aroma intimidasi.
Tentu ini bukan sebuah lelucon. Munculnya dugaan adanya 'bekingan orang kuat’ dalam kasus ini semakin memperkeruh suasana. Konon ada sosok purnawirawan jenderal bintang empat yang dekat dengan sebuah partai besar, merasa kepentingannya terusik karena pengusutan kasus megakorupsi tersebut.
Aksi teror ini membuka luka lama tentang saling sandera dalam penegakan hukum kasus korupsi, di mana oknum elit saling melindungi dan mengadu domba aparat penegak hukum. Ironisnya, para koruptor ini tak jarang berafiliasi dengan partai politik, sehingga memperkuat dugaan adanya kongkalikong dan perlindungan.
Korupsi yang melibatkan elite yang berafiliasi dengan partai politik seolah sudah menjadi hal yang lumrah di negeri ini. Tengoklah kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan yang menyeret nama mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Artikel Terkait
Politik Jalan Tengah Puan Maharani
Sengketa Pilpres 2024, Megawati: Amicus Curiae atau Cawe-Cawe?
Pilpres 2024, Siapa 'Membakar' Rumah PDI Perjuangan?
Menimbang Seberapa Penting Pertemuan Megawati, Jokowi, dan Prabowo
Megawati, Oposisi, Politik Dendam dan Kebencian
Patung Melik Nggendhong Lali, Butet dan Megawati
Elite Toksik dan Badut Politik Pasca Pilpres 2024: Drama Koalisi dan Pragmatisme Kekuasaan