Pada survei yang sama, tingkat kepuasan publik kepada Jokowi sejak Juni 2023 hingga akhir Januari 2024 selalu di angka 75 – 82% dengan aproval rating mencapai 80,8 %. Sebuah angka yang cukup tinggi.
Baca Juga: Ketua DPP Projo Budi Arie Minta Relawan Pendukung Jokowi Cabut Laporan Terhadap Butet Kertaradjasa
Sebelumnya, dalam survei The Economist mendapati angka 47% untuk elektabilitas Prabowo Gibran. Berikutnya, survei terbaru yang dilakukan Roy Morgan mencatat angka 43% untuk Prabowo, ungguli Ganjar dan Anies.
Data-data ini menunjukkan bahwa berbagai serangan yang ditujukan kepada Jokowi dan Prabowo Gibran ternyata justru mendongkrak popularitas mereka.
Di sisi lain, menghasut dan mengajak semua pihak untuk menyerang presiden Jokowi setelah Gibran dipilih menjadi cawapres oleh Koalisi Indonesia Maju yang dilakukan elite PDI Perjuangan adalah cara dan pola politik kekanak-kanakan yang sangat merugikan keselamatan bangsa dan negara.
Baca Juga: KKB Kembali Berulah, Bakar Puskesmas dan Kontak Tembak dengan TNI-Polri di Papua
Pun tentang serangan sekelompok elite PDI Perjuangan yang mempersoalkan Presiden membagi bansos di lingkungan Istana terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2024. Lucunya, foto dan video sebagai bahan ‘gorengan’ tersebut ternyata dokumentasi kegiatan Presiden Jokowi setahun lalu.
Aksi pembagian sembako kepada warga yang melintas di sekitaran Istana Kepresidenan Jakarta itu dilakukan Jokowi dengan ditemani oleh Menteri BUMN Erick Thohir yang dikawal oleh sejumlah Paspampres, pada Kamis (13/4/2023).
Bila pembagian sembako yang dilakukan tahun lalu oleh Jokowi dijadikan bahan fitnah oleh kader banteng mocong putih untuk berkampanye, bagaimana dengan elite PDI perjuangan yang menjabat Menteri Sosial terbukti menerima suap dengan total Rp 32,4 miliar dari para rekanan penyedia bansos Covid 19 di saat rakyat sedang prihatin?
Bukan lagi tak etis, prilaku ini sangat memalukan dan melukai hati wong cilik, yang konon menjadi akar rumput partai banteng moncong putih.
Anehnya, mengapa kalangan civitas akademika yang merupakan kalangan terpelajar tidak melakukan cek dan ricek sebelum mereka melontarkan petisi. Banyak pakar hukum dan banyak pakar IT yang bisa menelisik jejak kebenaran terkait informasi yang diterima.
Terkait status keabsahan Gibran dicalonkan sebagai cawapres Prabowo Subianto, pun hal-hal lain yang selama ini dipertentangkan, seperti terkait Jokowi berkampanye, semua telah terang benderang diatur dalam undang-undang dan dibolehkan. Bila semua telah patut secara hukum, lantas mengapa masih diperdebatkan?
Baca Juga: Tolak Jalur Hukum, Raffi Ahmad Klaim Tidak Bersalah atas Tuduhan Pencucian Uang
Hemat penulis, dari pada ‘menghakimi’ Jokowi dan Gibran dengan etika dan kepantasan, mengapa sivitas akademika di negeri ini tidak membuat petisi untuk mendesak agar DPR RI secepatnya mengesahkan RUU Perampasan Aset? Tentu isu ini lebih strategis dan konstruktif bagi kemajuan tatanan hukum dan demokrasi di Indonesia.