HUKAMANEWS – Sejumlah sivitas akademika memberikan ‘teguran’ dan ‘peringatan’ keras kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Melabeli aksi dengan sebutan manifesto dan seruan moral, para sivitas akademika dari berbagai kampus terkemuka itu menyebut tindakan Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sudah tidak bisa lagi ditolerir.
Salah satu tindakan Jokowi yang menurut mereka tak bisa ditolerir itu di antaranya "menggunakan" Mahkamah Konstitusi (MK) demi meloloskan putranya melaju dalam kontestasi politik, memperlihatkan keberpihakan pada salah satu calon tertentu, dan menyatakan keinginan untuk berkampanye.
Benarkah pernyataan sikap akademisi terhadap pemerintahan Jokowi murni sebagai bentuk keresahan terhadap perkembangan demokrasi dan kenegaraan Indonesia, atau ada pihak-pihak tertentu yang mengorkestrasi mereka demi kepentingan politik praktis?
Berikut analisa kritis Dr. Pieter C Zulkifli terhadap fenomena tersebut.
Sepekan lagi, tepatnya Rabu 14 Februari 2024, Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden digelar. Namun jelang pelaksanaan perhelatan pesta demokrasi, tiba-tiba hampir secara serentak, beberapa sivitas akademika dari beberapa kampus mengeluarkan “peringatan keras” kepada Presiden Jokowi.
Mereka menyebut Presiden Jokowi telah menyimpang dari koridor demokrasi dan menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan politik praktis. Di Universitas Indonesia bahkan seruan moral itu dilakukan oleh beberapa guru besar lengkap dengan menggunakan toga yang sakral.
Masih hangat dalam ingatan, setelah kelompok Petisi 100 bertemu dengan Prof. Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) terkait dengan pemakzulan Jokowi sebagai Presiden RI, kemudian ramai kabar tentang rencana mundurnya Mahfud MD dari jabatan menteri. Alasannya, dia ingin leluasa membuka data dan tidak mau menggunakan fasilitas negara.
Baca Juga: Ingat Ya, Mau Cek Utang Sekarang Bukan Lagi di BI Checking, OJK Ganti Jadi SLIK Online
Itu terjadi pasca debat keempat Pilpres 2024 yang diselenggarakan oleh KPU pada 21 Januari 2024. Dalam debat tersebut Mahfud MD begitu lantang mengkritik program-program pemerintah, mulai dari food estate hingga penegakan hukum. Mahfud MD, yang masih aktif menjabat sebagai Menkopolhukam, menyebut pedang penegakan hukum di era Jokowi tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Di sisi lain, Mahfud MD juga tampak emosional menjawab pertanyaan dan celetukan cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka.
Pasca debat, Mahfud MD makin sering melontarkan pernyataan pedas tentang etika, yang seolah-olah menyindir cawapres nomor urut 02. Hingga terlontar pernyataan dari Guru Besar Hukum Tata Negara ini tentang seorang ibu yang melahirkan anak tak beradab adalah dosa besar kepada bangsa. Banyak kalangan menilai, makna dari pernyataan Mahfud MD ditujukan kepada Iriana Jokowi dan Gibran.
Baca Juga: Demi pendukungnya, Prabowo Subianto Rela Basah Kuyup di Manado
Beberapa hari berselang, surat pengunduran Mahfud MD diberikan kepada Sekretaris Presiden. Agar semuanya terlihat beradab dan beretika, Mahfud MD minta bertemu langsung dengan Presiden Jokowi terkait pengunduran diri tersebut.