Namun, alih-alih melakukan serangan balik, Presiden Jokowi tak sedikit pun terpengaruh dengan fitnah bertubi-tubi yang ditujukan kepadanya dan keluarga. Jokowi tetap fokus bekerja untuk rakyat di sisa masa jabatan.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Siap ‘Tempur’ Hadapi Gugatan Praperadilan Siskaeee di PN Jakarta Selatan
Di sisi lain, tingkat kepuasan masyarakat (approval rate) terhadap kinerja pemerintahan Jokowi, merujuk hasil berbagai survei dari lembaga survei terpercaya, justru menukik tajam, mencapai 75%-80%. Sebuah angka appoval rate tertinggi yang pernah dimiliki para pemimpin negara di dunia saat ini.
Sebaliknya, serangan dan cacian terhadap Jokowi justru membuat elektabilitas PDI Perjuangan merosot. Namun apa lacur, konfrontasi sudah terlanjur dibuka. Elektabilitas terlanjur jeblok, tak ada lagi jalan untuk berbalik ke belakang.
Meskipun strategi kampanye Paslon 03 tak lagi dengan menghujat dan melakukan konfrontasi dengan Jokowi, namun sulit bagai partai banteng untuk kembali mendongkrak elektabilitas. Melihat peluang tidak bisa menang secara elektoral, sehingga mencari jalan non elektoral dengan menghantam langsung Jokowi dengan cara pemakzulan.
Hemat penulis, inilah sikap sikap petualangan politik sangat berbahaya yang harusnya tidak dilakukan oleh elite-elite poltik dan para tokoh yang paham dan mengerti aturan. Karena sesungguhnya orang-orang ini sangat menikmati demokrasi Indonesia hari ini. Mereka menikmati kebebasan berbicara, kebebasan melakukan penelitian, kebebasan mempengaruhi, dan membangun opini publik.
Sangat disayangkan elite yang memiliki pemikiran sempit seperti ini. Mereka hanya peduli dengan kemenangan kelompoknya sendiri, tanpa peduli apa dampaknya terhadap masyarakat secara luas.
Pemakzulan presiden di Indonesia memang dimungkinkan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 7A dan 7B. Pasal 7A menyebutkan bahwa presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Usul pemakzulan oleh DPR harus didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota DPR. Selanjutnya, MPR akan menggelar sidang paripurna untuk memutuskan apakah presiden akan diberhentikan atau tidak. Keputusan MPR harus diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
Namun secara hukum, pemakzulan Jokowi sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan DPR saat ini dikuasai oleh koalisi pendukung Jokowi. Selain itu, MPR juga didominasi oleh partai politik yang mendukung Jokowi.
Lebih dari itu, Jokowi masih memiliki dukungan politik yang cukup kuat, sehingga kemungkinan pemakzulannya terbilang kecil.
Terhadap wacana pemakzulan Presiden Jokowi, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie juga menilai aneh. Satu bulan sebelum pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini nggak mungkin kecuali untuk pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon sudah panik dan takut kalah, demikian penggalan kalimat Prof. Jimly melansir detik.com.