Erosi Etika
Dampak buruk praktik kekuasaan aji mumpung ini jelas dapat merusak kepercayaan terhadap institusi, baik pemerintah, perusahaan, atau organisasi sosial. Di sisi lain, kekuasaan aji mumpung membuat ketidakadilan yang semakin parah di masyarakat, karena sumber daya dan kesempatan hanya dikuasai oleh segelintir orang.
Kepemimpinan yang tidak berlandaskan visi dan misi yang jelas dapat memicu instabilitas politik. Kebijakan yang dibuat sering kali bersifat impulsif dan tidak terarah, sehingga menimbulkan kebingungan dan keresahan di masyarakat.
Baca Juga: Duet Kaesang-Zita Pilkada Jakarta 2024, PAN Siap Bawa Wajah Baru, Siapa Jadi Pilihan Terbaik?
Pemimpin aji mumpung menyebabkan erosi etika. Ini terjadi karena mereka kerap kali mengabaikan norma dan nilai-nilai moral demi mencapai tujuan. Mereka tidak segan-segan melakukan korupsi, nepotisme, dan praktik kotor lainnya untuk memperkaya diri dan kroninya.
Dan dampak dari semua ini adalah terjadinya krisis kepercayaan. Hal ini masyarakat mulai kehilangan kepercayaan pada pemimpin dan sistem, yang bisa berujung pada ketidakstabilan sosial dan politik.
Hilangnya kepercayaan publik terhadap pemimpin dapat berakibat fatal bagi perekonomian. Investor enggan berinvestasi, dan sektor swasta menjadi lesu. Hal ini dapat memperparah kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Baca Juga: Liburan Aja ke Wonosobo Dieng, Ada Fenomena Salju
Tersingkirnya Figur Kompeten
Ironisnya, demi memperjuangkan ambisi, pemimpin aji mumpung tak segan berlaku licik dengan menyingkirkan orang-orang kompeten yang berpotensi menjadi batu sandungan. Mereka meragukan kredibilitas, menyebarkan rumor, dan bahkan melancarkan aksi politik kotor untuk menjegal pesaing.
Dampak dari gaya kepemimpinan aji mumpung ini sungguh berbahaya. Kekuasaan jatuh ke tangan yang tidak tepat, mengantarkan bangsa pada jurang kehancuran. Keputusan diambil bukan berdasarkan pertimbangan matang dan kepentingan rakyat, melainkan demi memuaskan hasrat pribadi dan kroni-kroninya.
Baca Juga: Aplikasi Temu: Si Pendatang Baru yang Mengancam Dominasi UMKM Lokal?
Terlebih, disingkirkannya figur kompeten dari kursi kepemimpinan akan melahirkan generasi penerus yang lemah dan tak berdaya. Tanpa figur inspiratif dan teladan yang cakap, bangsa kehilangan arah dan terjebak dalam lingkaran stagnasi.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu waspada dan kritis terhadap pemimpin yang hanya mengejar kekuasaan semata. Kita harus jeli melihat rekam jejak, visi misi, dan kapabilitas mereka, bukan tergoda oleh janji-janji manis dan pencitraan yang menipu.
Lantas bagaimana cara melawan gaya kepemimpinan aji mumpung? Pertama, diperlukan kesadaran masyarakat untuk kritis dan jeli dalam memilih pemimpin. Jangan mudah tergoda oleh janji-janji manis dan retorika kosong. Pastikan untuk memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak, kapabilitas, dan visi yang jelas untuk masa depan.
Artikel Terkait
Megawati, Oposisi, Politik Dendam dan Kebencian
Patung Melik Nggendhong Lali, Butet dan Megawati
Elite Toksik dan Badut Politik Pasca Pilpres 2024: Drama Koalisi dan Pragmatisme Kekuasaan
Bekingan Pejabat, Elite Korup, dan Penegakan Hukum yang Lemah
Skandal Elite Korup dan Kutukan Rakyat Jelata, Sebuah Refleksi
Membongkar Akar Korupsi di Indonesia: Sistem Cacat, Penegakan Hukum Lemah, dan Elite Serakah
Keadilan di Indonesia, Mimpi Reformasi yang Terkikis Korupsi
Partai Korup, Benalu Demokrasi, dan Jalan Terjal Penegakan Hukum di Indonesia
Rekrutmen Pimpinan dan Dewas KPK: Mencari Cahaya di Tengah Kegelapan