HUKAMANEWS – Bersatunya semua elit politik merupakan keinginan kuat presiden terpilih Prabowo Subianto. Karena seperti yang disampaikannya di KPU, semua elemen bangsa harus bersatu untuk bersama-sama menghadapi situasi geopolitik yang sedang memanas dan bersama-sama pula berjuang untuk kemajuan bangsa dan Negara Indonesia, serta mensejahterakan rakyat.
Namun keinginan ini masih terganjal dengan sikap beku Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDI Perjuangan yang masih belum mengakui kekalahan pada Pilpres 2024.
Hal ini mengingatkan kita dengan sosok Megawati yang dikenal sebagai tokoh yang selalu mengedepankan emosi ketimbang pikiran dalam menyikapi kekalahan.
Terkait hal ini, politikus senior Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai catatan khusus yang ditulisnya dalam analisis politik berikut ini.
Baca Juga: Aksi May Day 2024, Buruh Siap Geruduk Istana Negara, Polri Siapkan Pengamanan Ketat
Hingga hampir habis bulan Syawal, pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo tak kunjung terwujud, alih-alih pertemuan antara Megawati dan Jokowi. Beragam alasan disyaratkan Megawati untuk berlangsungnya pertemuan tersebut.
Terbaru, Ahmad Basarah, politisi senior PDIP, mengatakan pertemuan antara Megawati dan Prabowo akan terwujud kalau ada proposal yang jelas dari Prabowo terhadap pertemuan itu. Pernyataan tentang syarat ‘proposal yang jelas’ ini merupakan pernyataan politik yang sangat merendahkan posisi Prabowo sebagai Presiden terpilih.
Adapun khusus untuk pertemuan Mega dengan Jokowi, sebelumnya Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mensyaratkan Jokowi harus meminta restu pengurus anak ranting PDI Perjuangan untuk bisa bertemu Mega.
Seangkuh dan sepenting itukah Megawati, sehingga memberikan aneka syarat kepada Presiden dan Presiden terpilih republik ini untuk berjumpa dengan dirinya?
Rupanya, Megawati tak menganggap Pilpres sudah selesai, bahkan setelah sengketa Perhitungan Hasil Pemilu (PHPU) yang mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) diputus oleh hakim MK. Padahal keputusan MK adalah final dan mengikat.
Partai pengusung pasangan capres- cawapres Ganjar Pranowo – Mahfud MD ini pun absen dalam acara Penetapan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2024 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka oleh KPU, lantaran mereka melanjutkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
PDI Perjuangan sebagai partai besar bahkan terbesar dari perolehan suara Pemilu 2024, tidak pernah menunjukkan kedewasaannya dalam berpolitik. Partai politik yang tergolong paling tua jika dibandingkan dengan Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, PKS, dan PKB, selalu mengedepankan emosi ketimbang pikiran dalam menyikapi kekalahan.
Kecenderungan ini dicontohkan oleh ketua umumnya Megawati Soekarnoputri yang selalu mengedepankan emosi dalam berpolitik. Padahal Megawati adalah politisi paling senior di Indonesia saat ini. Namun keinginannya untuk berkuasa tampaknya telah mengalahkan akal sehatnya. Megawati tidak pernah siap untuk kalah.
Artikel Terkait
Membaca Gestur Politik Puan Maharani di Tengah Gelombang Hak Angket dan Interpelasi
Pilpres 2024, Menanti Sikap Legowo Ganjar Pranowo
Memaknai Kemenangan Prabowo Gibran Bagi Indonesia Maju
Ketika Anies dan Ganjar Meminta MK Ulang Pilpres tanpa Gibran, Membaca Kedewasaan Berpolitik para Capres di Pilpres 2024
Residu Pilpres 2024, Dalil Kecurangan, dan ‘Lawakan’ Anies - Ganjar di MK
Politik Jalan Tengah Puan Maharani
Sengketa Pilpres 2024, Megawati: Amicus Curiae atau Cawe-Cawe?
Pilpres 2024, Siapa 'Membakar' Rumah PDI Perjuangan?
Menimbang Seberapa Penting Pertemuan Megawati, Jokowi, dan Prabowo