Dalam perkara tersebut, jaksa KPK telah mendakwa sosok yang bernaung di bawah partai dengan jargon restorasi Indonesia ini menerima gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar yang diperoleh selama periode 2020 hingga 2023.
Fakta yang terungkap di persidangan pun terasa miris. Dengan jabatan yang dimiliki, SYL bisa dengan seenak jidat memakai uang rakyat untuk membayar renovasi kamar anaknya, membeli microphone untuk karaoke, hingga servis mobil. Bahkan terungkap di persidangan, Kementan harus mengeluarkan Rp 3 juta untuk pesan makanan online ke rumah dinas SYL setiap hari.
Baca Juga: Menguak Rahasia Diplomasi Global Lewat Buku Teguh Santosa di Pojok Baca Digital PWI
Beriringan dengan kasus tersebut, proses hukum terhadap Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL, terus berjalan. Firli menambah daftar panjang kasus korupsi sejumlah petinggi lembaga penegak hukum dan kementerian di penghujung pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Jauh sebelum ini, sejumlah menteri yang berafiliasi dengan partai juga terseret kasus korupsi, seperti Jhonny G. Plate (Nasdem), Edhy Prabowo (Gerindra), Imam Nahrawi (PKB), Idrus Marham (Golkar), dan Juliari Batubara (PDI Perjuangan).
Kasus korupsi yang dilakukan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara bahkan dilakukan saat pandemi covid-19 membekap kehidupan rakyat Indonesia.
Baca Juga: Jejak BI Checking Buruk, Begini 6 Cara Efektif Memutihkannya
Dalam persidangan, Juliari yang juga merupakan wakil bendara umum PDI Perjuangan periode 2029-2024 ini terbukti melakukan korupsi dalam perkara suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Jabodetabek. Dia divonis 12 tahun penjara serta denda Rp 500.000.000 dan subsider 6 bulan kurungan.
Juliari juga divonis membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 14,5 miliar dalam satu bulan atau subsider 2 bulan penjara). Hakim juga memerintahkan pencabutan hak pilih dan dipilih dalam jabatan publik hingga 4 tahun.
Berderet kasus megakorupsi melibatkan oknum pejabat yang berafiliasi dengan partai politik menjadi bukti nyata bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini. Sekaligus menjadi catatan serius bagi semua partai untuk melakukan koreksi diri.
Baca Juga: Kesal karena Android TV Lemot? Simak Penyebab dan 7 Tips Mengatasinya!
Idealnya, dalam rezim demokrasi, hukum menjadi panglima. Tidak ada satu kelompok yang mendapat privilege dan hidup di atas norma. Tetapi sayang, itu tidak otomatis terjadi.
Faktanya, makin banyak pejabat publik yang seharusnya memberi teladan malah jadi pelaku pelanggaran. Hukuman untuk koruptor pun relatif ringan, bahkan sebagian koruptor justru memperoleh diskon hukuman.
Ironisnya, pejabat publik atau tokoh politik yang tertangkap tangan kasus korupsi tidak merasa malu ketika mengenakan jaket kuning KPK, ada yang tersenyum sambil melambaikan tangan ke kamera.
Baca Juga: Viral! Rombongan Anak SD Carter Pesawat Garuda untuk Study Tour ke Jakarta, Hasil Menabung 5 Tahun