HUKAMANEWS – Dinamika politik terjadi pasca KPU menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Kubu yang kalah ternyata tak tahan godaan untuk bergabung dengan koalisi Prabowo yang beberapa bulan lagi memerintah.
Prabowo-Gibran dalam beberapa kali pernyataannya memang ingin merangkul pihak yang kalah di Pilpres 2024. Ajakan ini disambut baik oleh beberapa partai anggota koalisi kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan kubu 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Setelah PKB dan Nasdem menyatakan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju, PKS dan PPP pun menyatakan kesediaan yang sama.
Inilah yang kemudian menimbulkan kekecewaan dari para relawan dan mengundang banyak cibiran. Tak ubahnya badut-badut politik, mereka telah lupa narasi tuduhan Pilpres curang yang sempat membakar emosi para pendukungnya untuk membuat perlawanan.
Baca Juga: Dukungan Prancis Terhadap ICC dalam Kasus Netanyahu, Langkah Berani di Tengah Ketegangan Global
Politikus senior Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., menganggap hal tersebut sebagai fenomena miris dalam dunia perpolitikan Tanah Air. Etika politik dan bagaimana demokrasi harusnya dijalankan secara berimbang, menjadi catatan kritisnya dalam analisis politik berikut ini.
Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, dinamika politik nasional berubah drastis. Tak sedikit pihak dari kubu yang kalah berusaha merapat ke koalisi Prabowo, menciptakan pemandangan politik yang menarik sekaligus ironis.
Ajakan Prabowo-Gibran untuk merangkul pihak yang kalah dalam Pilpres 2024, tak disangka disambut hangat oleh partai-partai dari koalisi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Kecuali PDIP, hampir semua partai pendukung pasangan capres 01 dan 03, kini mulai mendekat ke Koalisi Indonesia Maju.
Fenomena ini menuai cibiran dan kritik tajam dari berbagai pihak. Kubu yang sebelumnya menuduh Prabowo curang dan tidak tahan menjadi oposisi, kini justru berlomba-lomba merapat ke kubu pemenang. Mereka tak ubahnya badut politik yang dengan mudah melupakan narasi tuduhan kecurangan Pilpres yang sebelumnya mereka kobarkan dan sempat menyulut emosi ribuan masa pendukungnya.
Penulis menilai fenomena ini sebagai cerminan buruknya etika politik di Indonesia. Tuduhan kecurangan yang dilontarkan kubu 01 dan 03 selama kampanye dan pasca-Pilpres yang tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK), namun narasi tersebut tetap digunakan untuk memobilisasi emosi pendukung hingga kini.
Sementara itu, mereka sibuk main mata untuk mencari posisi aman di kubu kekuasaan.
Baca Juga: Viral! Seorang Bocah Picu Kecelakaan Beruntun di Tol Jagorawi, Simak Kronologi dan Dampaknya
Perubahan arah koalisi: rekonsilisasi atau pragmatisme?
Dalam politik, pragmatisme sering kali mengalahkan prinsip, dan ini terlihat jelas dalam perubahan sikap partai-partai pasca-Pilpres 2024. Elite politik yang sebelumnya bersikap oposisi kini mulai bergabung dengan kubu pemenang, menunjukkan bahwa dalam politik tidak ada musuh maupun teman abadi.