Studi empiris menunjukkan bahwa korupsi mempengaruhi dan mengancam investasi dan iklim usaha bahkan dapat menghambat penerimaan pendapatan negara, mendistorsi alokasi sumber daya, menurunkan produktivitas belanja publik, mendegradasi kualitas pembangunan, dan pada akhirnya dapat menghambat bahkan melemahkan pertumbuhan ekonomi negara.
Pemimpin yang tidak tegas dan terlibat dalam pusaran korupsi adalah faktor utama lahirnya koruptor-koruptor baru di semua lini lembaga dan institusi negara. Hukum yang dapat dibeli, moral yang buruk dapat menghancurkan ekonomi nasional.
Baca Juga: Mitos atau Fakta? Iuran BPJS Kesehatan Bisa Dicairkan Jika Tak Pernah Sakit
KPK dan Tantangannya
Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menjadi lembaga yang diharapkan mampu menangani korupsi yang masih menjadi problem bangsa ini.
Sejak berdiri pada 2002, lembaga ini relatif mendapat kepercayaan dan dukungan besar dari publik. Namun sayang, banyak politisi yang kurang suka dengan kehadiran komisi antirasuah ini.
Bukan rahasia lagi, sejak pertama kali dibentuk KPK punya banyak musuh dan tak banyak memiliki teman. Meski menjadi anak kandung reformasi, KPK sepanjang sejarahnya tidak pernah mendapatkan dukungan penuh dari para elite politik. KPK seringkali hanya dijadikan posisi tawar politik. Untuk kasus-kasus tertentu, KPK juga sering terlihat kurang gahar, seperti diharapkan banyak orang.
Baca Juga: Fakta di Balik Keputusan PP Muhammadiyah Pindahkan Dana Belasan Triliun dari BSI
Lantas, bagaimana menyelesaikan persoalan korupsi di negeri ini? Apakah kita butuh hukum baru atau penegakan hukum yang lebih tegas?
Belajar dari Denmark, negara yang paling bersih dari korupsi, kita perlu sapu yang bersih untuk membersihkan lantai yang kotor. Jika pemerintah benar-benar mau menegakkan hukum, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah drastis. Penegakan hukum harus dilakukan dengan bersih dan tegas. Jangan hanya bermain citra untuk membentuk persepsi bahwa pemerintah serius memberantas korupsi.
Selama korupsi masih ada, dengan norma hukum yang lemah dan moral yang rendah, rakyat Indonesia akan terus menderita. Para pengkhianat bangsa melakukan kerusakan yang menyebabkan ketimpangan sosial, membuat masyarakat skeptis terhadap politik.
Baca Juga: Ilham Habibie Siap Guncang Pilgub Jabar 2024, Diusung Nasdem!
Indonesia butuh perubahan nyata, bukan sekadar janji manis tanpa bukti. Hanya dengan komitmen yang sungguh-sungguh, kita bisa memberantas korupsi dan membawa negara ini menuju kemakmuran yang sejati.
Di sisi lain, pucuk pimpinan negeri ini harus berani memilih orang-orang yang teguh mempertahankan kewarasan dan integritasnya untuk menduduk jabatan-jabatan strategis pemerintahan. Tanpa ini, korupsi dan penegakan hokum hanya akan menjadi jargon tanpa wujud nyata.
Sekali lagi, korupsi adalah kanker yang harus segera diobati. Dengan tindakan yang tegas dan sistem yang transparan, kita bisa berharap Indonesia yang lebih bersih dan maju. Mimpi untuk pemerataan dan kemakmuran bukanlah hal yang mustahil jika kita bersama-sama melawan korupsi dari akar-akarnya.***
Artikel Terkait
Megawati, Oposisi, Politik Dendam dan Kebencian
Patung Melik Nggendhong Lali, Butet dan Megawati
Elite Toksik dan Badut Politik Pasca Pilpres 2024: Drama Koalisi dan Pragmatisme Kekuasaan
Bekingan Pejabat, Elite Korup, dan Penegakan Hukum yang Lemah
Rakernas V PDI Perjuangan, Kekecewaan Megawati, dan Tantangan Demokrasi
Skandal Elite Korup dan Kutukan Rakyat Jelata, Sebuah Refleksi