Alasannya? Karena pesan-pesan lingkungan sering dianggap jauh dari realitas hidup mereka.
Framing agama mengubah itu semua.
Dengan menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari amal saleh dan sedekah, warga lebih terdorong untuk berpartisipasi.
Dari Lokal ke Global: Pelajaran dari Sangurejo
Apa yang dilakukan warga Sangurejo bukan sekadar contoh keberhasilan lokal.
Inisiatif ini bahkan mendapat pujian dari United Nations Economic and Social Council (UN-ECOSOC), serta berhasil meraih penghargaan Program Kampung Iklim (ProKlim) Utama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada Agustus 2024.
Satu hal yang patut dicatat: tokoh agama di Sangurejo tidak hanya menyalin narasi perubahan iklim dari luar negeri.
Mereka sukses menanamkannya dalam konteks budaya lokal dan agama yang hidup di tengah masyarakat.
Inilah yang menjadikan gerakan mereka terasa relevan dan menyentuh.
Pelajaran dari Sangurejo harusnya jadi alarm bagi para pengambil kebijakan, LSM, dan organisasi keagamaan.
Isu lingkungan tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan teknokratis.
Baca Juga: Menjaga Pohon, Menjaga Air, Kunci Kelestarian Hidup di Tengah Perubahan Iklim
Perlu strategi komunikasi yang menyentuh akar budaya dan spiritual masyarakat.
Dengan membingkai lingkungan sebagai bagian dari ajaran agama, masyarakat akan lebih merasa memiliki dan terlibat.
Artikel Terkait
Ramadhan Hijau, Saatnya Beribadah Sambil Menjaga Lingkungan
Menjaga Lingkungan Sebagai Bagian dari Iman, Solusi Berbasis Kepercayaan untuk Indonesia
Timbulsloko Hilang Ditelan Laut! Bukti Nyata Krisis Iklim yang Mengancam Ribuan Desa Pesisir
Rahasia Leluhur Sunda dalam Menjaga Alam, Pesan Kuno yang Bisa Selamatkan Lingkungan Hari Ini!
Menggalang Kolaborasi Lintas Agama untuk Perlindungan Hutan Tropis dan Masyarakat Adat di Indonesia