Menjawab Krisis Iklim, Ketika Komunitas Muslim Lokal Menjadi Garda Terdepan Gerakan Lingkungan

photo author
- Rabu, 12 Februari 2025 | 22:08 WIB
Hening Parlan, Direktur GreenFaith Indonesia saat menyampaikan tanggapannya terhadap hasil riset terbaru PPIM UIN Jakarta, Selasa (11/2/2025)
Hening Parlan, Direktur GreenFaith Indonesia saat menyampaikan tanggapannya terhadap hasil riset terbaru PPIM UIN Jakarta, Selasa (11/2/2025)

 

HUKAMANEWS GreenFaith - Di tengah krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan, Amerika Serikat memilih mundur dari Perjanjian Paris, sementara Indonesia masih berjuang memenuhi komitmennya. Namun, di tingkat lokal, geliat aksi lingkungan justru semakin kuat.

Komunitas Muslim Indonesia, dengan kekuatan 72% populasi, menunjukkan bahwa gerakan lingkungan tidak harus bergantung pada kebijakan nasional atau internasional. Mereka membuktikan bahwa aksi lokal berbasis keimanan bisa menjadi penyeimbang ketika politik makro tak lagi berpihak. 

Inilah esensi dari riset terbaru yang diluncurkan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Riset ini mengungkap bagaimana komunitas Muslim lokal menggerakkan inovasi lingkungan dengan pendekatan yang unik, yakni menggabungkan nilai-nilai keislaman dengan praktik keberlanjutan. 

Baca Juga: Erdogan Beri Pujian Untuk Prabowo! Sikap Tegas Indonesia Bela Palestina Jadi Sorotan Dunia

Salah satu pertanyaan kunci dalam riset ini adalah: mengapa sebagian komunitas Muslim berhasil mengembangkan inovasi lingkungan, sementara yang lain stagnan? Jawabannya terletak pada tiga faktor utama: partisipasi aktif warga, keterlibatan institusi agama, dan peran inisiator lokal. 

Di Desa X, misalnya, warga berhasil mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos berkat dorongan tokoh agama setempat. Di Desa Y, masjid menjadi pusat ekowisata berbasis lingkungan. Sementara di Desa Z, wakaf digunakan untuk penghijauan lahan kritis. Praktik-praktik ini tidak hanya memberikan manfaat ekologis, tetapi juga memperkuat kesadaran kolektif bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah. 

Namun, tidak semua komunitas berhasil. Di beberapa daerah, gerakan lingkungan justru mandek karena kurangnya dukungan dari tokoh agama atau minimnya partisipasi warga.

“Ini menunjukkan bahwa keberhasilan inovasi lingkungan sangat bergantung pada kepemimpinan lokal dan kolaborasi antarwarga,” ujar Testriono, Koordinator Riset Inovasi Lingkungan Muslim Indonesia, saat pemaparan hasil riset di Jakarta, Selasa 11 Faebruari 2025. 

Baca Juga: Ratusan Siswa SMKN 10 Medan Gagal SNBP, Kelalaian Sekolah atau Masalah Sistem?

Green Islam: Ketika Keimanan dan Aksi Nyata Bertemu

Konsep Green Islam, yang diusung dalam riset ini, menekankan bahwa agama bukan hanya sekadar sumber inspirasi spiritual, tetapi juga alat legitimasi untuk gerakan lingkungan. Ajaran Islam tentang larangan mubazir (berbuat sia-sia) dan pentingnya menjaga keseimbangan alam menjadi dasar kuat bagi aksi-aksi lingkungan di tingkat akar rumput. 

“Ketika komunitas Muslim memahami bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab moral, mereka lebih terdorong untuk bertindak,” jelas Testriono. 

Sayangnya, selama ini, potensi besar komunitas Muslim sering diabaikan. Hening Parlan, Direktur GreenFaith Indonesia, menyoroti bahwa kelompok agama sering hanya diundang saat ada masalah lingkungan.

“Ketika (kondisi) sedang baik-baik saja, kami dibiarkan. Padahal, komunitas agama punya entitas yang sangat kuat,” ujar Hening Parlan. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X