Kiamat Ekologis di Depan Mata, Begini Peran Umat Islam dalam Menghadapi Krisis Lingkungan Global

photo author
- Senin, 3 Februari 2025 | 15:50 WIB
Parid Ridwanuddin, Program Manager GreenFaith Indonesia, saat menjadi pemateri dalam kajian “Peran Umat Islam Terkait Isu Lingkungan di Kancah Internasional” yang diselenggarakan oleh Santri Cendekia Forum di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, pada 1 Februari 2025.
Parid Ridwanuddin, Program Manager GreenFaith Indonesia, saat menjadi pemateri dalam kajian “Peran Umat Islam Terkait Isu Lingkungan di Kancah Internasional” yang diselenggarakan oleh Santri Cendekia Forum di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, pada 1 Februari 2025.

HUKAMANEWS GreenFaith - Krisis lingkungan global telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Perubahan iklim, pencemaran, dan kerusakan ekosistem tidak lagi sekadar isu ilmiah, melainkan ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup umat manusia.

Dalam konteks ini, umat Islam memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk terlibat aktif dalam upaya pelestarian lingkungan.

Hal ini menjadi fokus utama dalam kajian “Peran Umat Islam Terkait Isu Lingkungan di Kancah Internasional” yang diselenggarakan oleh Santri Cendekia Forum di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, pada 1 Februari 2025.

Baca Juga: Mak Jah, Penjaga Terakhir Desa Bedono yang Hilang, Bertahan Seorang Diri Melawan Abrasi Laut

Parid Ridwanuddin, Program Manager GreenFaith Indonesia, sebagai pemateri utama, mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan adalah hasil dari eksploitasi manusia terhadap alam.

Mengutip Surah Ar-Rum ayat 41, Parid menegaskan bahwa kerusakan di darat dan laut terjadi akibat ulah manusia. Banjir, longsor, pencemaran, dan krisis iklim adalah manifestasi dari ketidakseimbangan yang diciptakan oleh keserakahan manusia.

“Kita sedang menghadapi fase ‘pendidihan global’ (global boiling), di mana suhu bumi terus meningkat akibat emisi gas rumah kaca yang tidak terkendali,” ujarnya.

Data ilmiah menunjukkan bahwa emisi global terus meningkat, dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Cina sebagai penyumbang terbesar. Namun, dampaknya dirasakan secara global, termasuk di Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, lebih dari 40 juta orang di Indonesia terpaksa mengungsi akibat bencana ekologis. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan nyata dari krisis yang membutuhkan tindakan segera.

Baca Juga: Gaduh Pagar Laut, Framing Politik Berkedok Kepentingan Publik, Fakta di Balik Serangan PSN PIK 2

Dari Teologi ke Aksi Nyata

Parid menekankan bahwa Islam memandang alam sebagai ayat kauniyah, tanda-tanda kebesaran Allah yang harus dijaga dan dilestarikan. Sayangnya, kesadaran ini sering kali terabaikan dalam kehidupan modern. Padahal, Islam menawarkan prinsip-prinsip yang relevan untuk menghadapi krisis lingkungan, seperti keadilan iklim (al-adalah al-munakhiyyah) dan konsep amanah (tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi).

Untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam gerakan lingkungan, Parid menyarankan beberapa langkah konkret. Pertama, pendidikan berbasis keadilan iklim perlu dimasukkan ke dalam kurikulum, baik formal maupun non-formal. Hal ini penting untuk menumbuhkan kesadaran kritis sejak dini.

Kedua, gerakan lokal seperti menanam pohon, mengurangi sampah plastik, dan membangun kedaulatan pangan harus digalakkan. Ketiga, umat Islam perlu terlibat dalam advokasi kebijakan yang berpihak pada lingkungan, seperti tata ruang yang adil dan pengurangan emisi karbon.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X