analisis

Membongkar Akar Korupsi di Indonesia: Sistem Cacat, Penegakan Hukum Lemah, dan Elite Serakah

Minggu, 9 Juni 2024 | 14:18 WIB
Ilustrasi: Membongkar akar korupsi di Indonesia

Ketiga, penegakan hukum yang lemah sehingga korupsi mengakar dan terus berkembang. Ada sebuah satire yang menyebut Indonesia adalah "Nation of Lawyers" di mana pengacara yang hebat bisa membuat hukum tidak berlaku.

Hal ini berbanding terbalik dengan Singapura dengan korupsi rendah karena penegakan hukum yang sangat ketat. Indeks korupsi Singapura menunjukkan skor 83 dari 180. Sedangkan di Indonesia, mau tidak mau harus diakui bahwa hukum sering kali bisa dibeli.

Baca Juga: Ternyata Begini Cara Mengaktifkan Kembali BPJS Kesehatan yang Nonaktif Secara Online, Mudah Banget! 

Realitas Korupsi di Indonesia 

Indonesia adalah lima besar Negara terkorup di kelompok ASEAN pada tahun 2023. Ini terlihat dari laporan Transparency Internasional. Adapun rata-rata skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) global 43 point pada tahun 2023. Di kelompok ASEAN Negara Indonesia menjadi Negara terkorup ke 4. Survey IPK melibatkan 180 Negara. 

Korupsi penambangan timah mencapai Rp 300 triliun. Belum lagi kasus Emas Antam. Namun upaya penegakan hukum terhadap kasus tersebut oleh Kejaksaan Agung masih diwarnai kabut.

Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Selain kasus megakorupsi di atas, masih banyak kasus korupsi yang dilakukan para pejabat/elite Parpol yang masih mengendap karena memiliki relevansi terhadap kebutuhan politik dan kekuasaan. 

Peringatan Presiden Joko Widodo agar aparat tidak mengganggu para pengusaha terbukti diabaikan oleh banyak oknum penegak hukum di lapangan. Banyak sekali pengusaha yang seharusnya dilindungi justru sebaliknya. Aktifitas usaha mereka diganggu dengan berbagai cara. 

Baca Juga: Gantikan Ali Fikri, KPK Resmi Tunjuk Tessa Mahardika Sugiarto Sebagai Juru Bicara Baru

Bagaimana mungkin pendapatan Negara setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan, jika praktik-praktik semacam ini terus dipakukan oleh para oknum yang suka berdalih penegakkan hukum, tapi ujung-ujungnya adalah pola intimidasi untuk dapat setoran. 

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitan Pasundan Anthon F. Susanto, etika dan rusaknya moral penegak hukum adalah penyebab pemberantas korupsi di Indonesia tidak akan berhasil. 

Korupsi sudah menjadi budaya dan kebutuhan elite politik. Para pejabat lintas institusi dan lembaga sudah tidak punya rasa malu untuk merampok uang rakyat, memeras para pengusaha dengan dalih penegakkan hukum.

 Baca Juga: Prabowo Subianto Pastikan Dukung Khofifah-Emil untuk Pilgub Jatim 2024, Ternyata Ini Alasannya

Partai Politik adalah salah satu penyebab lahirnya para koruptor. Korupsi menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap layanan publik, masyarakat yang tidak mampu seringkali menjadi korban utama. Sementara para koruptor justru mendapatkan fasilitas dan keistimewaan tanpa batas. 

Realita ini sangat jelas telah merobohkan prinsip-prinsip keadilan sosial yang merupakan landasan Negara. 

Halaman:

Tags

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB