analisis

Film Dirty Vote Jelang Pencoblosan, ‘Serangan Fajar’ Versi Baru

Rabu, 14 Februari 2024 | 10:34 WIB
Film dokumenter Dirty Vote yang viral saat masa tenang Pemilu dan Pilpres 2024, dianggap sebagai serangan versi baru oleh pengamat.

Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

Jelas terlihat, sejak awal hingga akhir film ini, highlight narasi menyudutkan hanya untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan paslon Prabowo Gibran. Seakan-akan keburukan selalu ada di pihak mereka.

Baca Juga: Prabowo - Gibran Terbanyak Mendapat Serangan Hoaks, Berarti Masyarakat Semakin Cerdas

Komentar publik mengenai film Dirty Vote pun beragam.  Tapi bisa digolongkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok pro Jokowi dan kelompok anti Jokowi.

Kelompok anti Jokowi menganggap film ini penting dan merasa bangga karena film ini telah ditonton oleh 9 juta orang dalam waktu 24 saja. Bahkan ada yang menyebut tiga tokoh dalam film tersebut sebagai pendekar demokrasi. 

Sementara dari kelompok pro Jokowi mempunyai kesan yang sama tentang film Dirty Vote, yakni film propaganda alias pesanan. Pertanyaannya, pesan kebaikan macam apa yang akan disampaikan dari sebuah film pesanan.

Baca Juga: Rame Banget! Jelang Nyoblos Pemilu 2024, Penjualan Tiket Kereta Api Melonjak hingga Raih Rekor 526.887

Apa yang disebut pesan itu tidak lain adalah serangan. Dirty Vote dibuat bukan untuk membuat informasi dan pencerahan kepada masyarakat tentang Pemilu 2024, melainkan sebuah konten yang berupaya memprovokasi masyarakat dan mendiskriditkan pemerintah khususnya Jokowi.

Seluruh isi dari presentasi dalam film tersebut masih dalam bentuk hipotesa, dugaan, dan tidak memiliki bukti konkrit.

Film yang dirilis pada minggu tenang sebelum pencoblosan, momen kritis di mana semua orang harus berpikir jernih untuk menentukan pilihan, boleh dibilang jenis serangan fajar versi yang lain. Caranya bukan dengan bagi-bagi uang, tapi ingin menyuci otak orang untuk menggoyahkan para pendukung Paslon 02 agar tidak lagi memilih Prabowo dan Gibran dan bergeser pilihan ke paslon lain.

Baca Juga: Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Akan Coblos di TPS Gedung Lembaga Administrasi Negara Gambir Jakarta Pusat

Propaganda menyesatkan

Masa tenang bukanlah ruang untuk menghasut, terlebih membunuh karakter paslon lain. Bahkan tidak dibenarkan jika menghakimi kekuasaan telah melakukan kecurangan.  Sehingga tak salah bila Dirty Vote disebut sebagai film propaganda yang menyesatkan.

Bagaimana mungkin orang-orang yang sebelumnya berteriak menuding paslon lain curang justru merekalah yang tidak jujur. Merekalah yang sejak semula membangun narasi jahat, menuduh, menghasut bahkan memfitnah.

Dalam sebuah kesempatan wawancara di sebuah channel Youtube, Prof Jimly Asshiddiqie yang merupakan Ketua Majelis Kehomatan MK menyatakan, Jokowi tidak ada cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Pun dengan keputusan MK tentang batas usia capres cawapres. Jokowi juga sudah memberi pernyataan bahwa dirinya netral dalam Pilpres.

Halaman:

Tags

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB