HUKAMANEWS – Perjuangan melawan korupsi di negeri ini masih menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa besar dan tak kunjung selesai. Meskipun lembaga super body Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dibentuk, namun prilaku korup para pejabat tak surut.
Upaya pelemahan KPK pun makin menjadi. Mulai dari revisi UU KPK, hingga konflik di internal KPK sendiri. Semua permasalahan itu membelit lembaga aktirasuah sehingga dianggap telah kehilangan taji. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah sejak awal menegaskan komitmenya memberantas korupsi, justru berhadapan dengan partai pengusungnya, karena justru merekalah yang ngotot meminta revisi UU KPK disahkan.
Terhadap fenomena ini, pengamat politik dan praktisi hukum Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai catatan menarik. Terlebih sosok Pieter Zulkifli pernah menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR di era 2013-2014, dan terlibat langsung dalam ikhtiar menyelamatkan KPK dari berbagai upaya pelemahan. Berikut ini catatannya.
***
HAMPIR sepuluh tahun memerintah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menghadapi tantangan besar dalam upayanya memberantas korupsi di Indonesia. Meski didukung oleh koalisi partai besar, kenyataannya Jokowi kerap kali berdiri sendiri dalam melawan upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di depan publik, semua partai politik meneriakkan perlawanan terhadap korupsi. Namun di balik panggung, mereka memainkan orkestrasi berbeda. Semua partai di parlemen, termasuk koalisi partai pengusung Jokowi, kompak mendukung revisi UU KPK yang dipandang banyak pihak akan melemahkan lembaga anti korupsi tersebut.
Pada posisi ini, Jokowi berdiri sendiri, seolah diposisikan sebagai kambing hitam atas pelemahan lembaga antirasuah akibat revisi UU KPK yang telah disahkan pada 2019 lalu.
Dalam sebuah pertemuan dengan tokoh-tokoh nasional, termasuk Emil Salim, Jokowi dengan jujur mengakui bahwa ia tidak berdaya menghadapi tekanan politik ini. Tanpa dukungan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jokowi berjuang sendirian melawan korupsi. Ironisnya, lembaga legislatif yang seharusnya mendukung pemberantasan korupsi justru terlibat dalam upaya memperlemah KPK.
Tidak dapat dipungkiri bahwa KPK telah menunjukkan keberhasilan luar biasa dalam menangani kasus korupsi. Penangkapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi dan Ketua DPR adalah bukti nyata keberhasilan tersebut. Namun, revisi UU KPK yang diusulkan oleh DPR tampaknya bertujuan untuk mengurangi kewenangan lembaga ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa KPK yang begitu sukses dalam memberantas korupsi justru ingin dilemahkan?
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi menegaskan bahwa tidak ada kompromi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK harus tetap memiliki peran sentral dan kewenangan yang lebih kuat dibandingkan lembaga lain.
Hingga detik ini, Presiden Jokowi tetap berharap kepada rakyat untuk tidak meragukan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi. Ia meminta masyarakat untuk membahas isu pelemahan KPK dengan pikiran jernih, objektif, dan tanpa prasangka.
Diketahui, sejak 2010, DPR telah beberapa kali mengusulkan revisi UU KPK, namun selalu ditolak oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian oleh Presiden Jokowi setelah adanya gelombang penolakan dari masyarakat.
Artikel Terkait
Rekrutmen Pimpinan dan Dewas KPK: Mencari Cahaya di Tengah Kegelapan
Erosi Etika dan Gaya Kekuasaan Aji Mumpung: Ketika Kompetensi Dikalahkan Kepentingan
Melawan Nepotisme dan Politik Balas Budi dengan Meritokrasi, Kunci Menuju Indonesia Adil dan Bermartabat
Membangun Sistem yang Menghargai Keadilan, Sebuah Catatan Penting Menuju Indonesia Emas
KPK Tak Berdaya, Pejabat Tak Becus Bekerja, Ada Apa dengan Indonesia?
Mengurai Benang Kusut Korupsi di Indonesia, Akar Permasalahan dan Lemahnya Senjata Negara