Diprediksi, Prabowo sulit melepas Presiden Jokowi pada pemerintahannya 5 tahun mendatang karena yang menjadi wakil presiden adalah putra sulung dari Presiden Jokowi sendiri, yaitu Gibran Rakabuming Raka sebagai pengikat di antara keduanya.
Baca Juga: Indonesia Bantah Klaim Pelunasan Hutang ke Cina, Fakta di Balik Video Viral
Pertanyaannya, apakah Megawati, Prabowo, dan Jokowi harus ketemu untuk menyusun koalisi yang hebat? Tentu saja tak bisa hitam putih menjawab pertanyaan tersebut.
Tantangan saat ini pasca Pilpres 2024 adalah bagaimana mewujudkan Indonesia damai. Bila hampir semua partai telah menyatakan menerima hasil pemilu, kini rakyat menunggu sikap ksatria Megawati dan elite PDI Perjuangan untuk mengakui kekalahan sehingga menurunkan tensi politik yang bisa memicu benturan massa akar rumput.
Tak ada yang meragukan kehebatan sosok Megawati Soekarno Putri, yang merupakan anak biologis dari Presiden Soekarno, Proklamator kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi Negara ini merdeka berkat perjuangan dan pengorbanan seluruh rakyat Indonesia, bukan karena Soekarno semata.
Semua ada masanya. Sekarang adalah masanya bersatu untuk kepentingan bangsa, bukan merasa paling hebat dan paling menentukan Indonesia. Itulah perjuangan sesungguhnya yang diinginkan rakyat dari Megawati untuk Indonesia damai.
Baca Juga: Kabar Baik, Ini Tarif Listrik PLN Per kWh untuk Semua Golongan Mulai 1 Mei 2024
Di sisi lain, baik Prabowo maupun Jokowi sudah berkali-kali menyatakan kesediannya bertemu dengan Megawati. Hemat penulis, daripada memaksakan diri untuk bertemu dengan Megawati namun berujung penolakan, lebih baik fokus memikirkan bangsa ini ke depan.
Bagi Megawati, sekaranglah saat yang tepat untuk mundur dari kepemipinan partai banteng moncong putih, sebelum rakyat kehilangan respek dengan sifat pendendamnya yang membabi buta. Jangan menjadikan demokrasi sebagai alasan untuk melampiaskan amarah akibat kekalahan karena tidak dipilih rakyat. Sifat pendendam adalah awal dari kehancuran.
Jangan pula melupakan sejarah bahwa Megawati mencatatkan diri sebagai Presiden Republik ke-5 juga bukan karena dipilih rakyat. Dia duduk di singgasana RI-1 karena melengserkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang saat itu menjadi presiden sah RI. Sejarah mencatat pengkhianatan itu dengan tinta merah.
Patut diakui bahwa PDI Perjuangan adalah partai terkuat saat ini. Partai ini pernah memenangi dua kali Pilpres dan dua kali Pemilu. Diakui atau tidak, dua kali kemenangan berturut-turut tersebut karena mayoritas rakyat Indonesia mencintai kerendahan hati Joko Widodo. Bahkan sampai dengan hari ini masyarakat di berbagai pelosok sangat kagum, terharu, dan selalu mencintai Presiden Jokowi.
Baca Juga: Gen Z Sudah Tahu Belum, Sekarang NIK KTP Bisa Jadi NPWP, Begini Cara Validasinya
Harusnya Megawati dan semua elite PDIP bangga dan kagum dengan kepemimpinan Presiden Jokowi, bukan sebaliknya justru menyerang pemerintah, memfitnah bahkan mengabaikan kepentingan dan keselamatan rakyat.
Namun, kini Megawati, PDI Perjuangan, dan Jokowi telah pecah kongsi. Sifat sombong, angkuh, arogan, dan tidak menghargai, menjadi cikal bakal bakal keruntuhan partai banteng moncong putih.
Artikel Terkait
Membaca Gestur Politik Puan Maharani di Tengah Gelombang Hak Angket dan Interpelasi
Pilpres 2024, Menanti Sikap Legowo Ganjar Pranowo
Memaknai Kemenangan Prabowo Gibran Bagi Indonesia Maju
Ketika Anies dan Ganjar Meminta MK Ulang Pilpres tanpa Gibran, Membaca Kedewasaan Berpolitik para Capres di Pilpres 2024
Residu Pilpres 2024, Dalil Kecurangan, dan ‘Lawakan’ Anies - Ganjar di MK
Politik Jalan Tengah Puan Maharani
Sengketa Pilpres 2024, Megawati: Amicus Curiae atau Cawe-Cawe?
Pilpres 2024, Siapa 'Membakar' Rumah PDI Perjuangan?