Sengketa Pilpres 2024, Megawati: Amicus Curiae atau Cawe-Cawe?

photo author
- Minggu, 14 April 2024 | 06:30 WIB
Ilustrasi. Sengketa Pilpres 2024, Megawati: Amicus Curiae atau Cawe-Cawe?
Ilustrasi. Sengketa Pilpres 2024, Megawati: Amicus Curiae atau Cawe-Cawe?

Bercermin dari perjalanan Pilpres 2024, etika Negara Demokrasi di Indonesia belum diikuti oleh perubahan perilaku elite politik. Sikap politik yang sombong masih sering dipertontonkan dengan membuat banyak alasan hanya karena takut tidak berkuasa. Sehingga tak jarang banyak sikap negarawan justru mengabaikan kepentingan masyarakat luas.

Kekuasaan selama ini jarang sekali berpihak kepada kepentingan rakyat. Kesenjangan ini selamanya tidak akan dapat diperbaiki jika seorang negarawan sibuk membuat opini, mengingkari fakta, dan tidak berpihak kepada kepentingan masa depan rakyat. Di sisi lain, dia justru lebih mengagungkan dirinya sendiri dan menganggap dirinya adalah sumber kebenaran.

Sehingga mereka terus membuat opini untuk mencari kambing hitam, tak segan mengkritik, mencaci maki, menghina, memfitnah, dan merendahkan pihak lain dengan dibungkus dengan narasi demokrasi dan etika, padahal apa yang sedang dilakukan adalah kejahatan yang sesungguhnya.

Baca Juga: Pengertian Amicus Curiae, yang Dikirimkan Para Tokoh dan Akademisi kepada MK terkait Sidang PHPU Pilpres 2024

Kebebasan diberikan agar semua aspirasi dapat menjadi landasan berpikir para elite untuk serius memperjuangkan kepentingan rakyat. Panggung demokrasi bukan untuk mencaci maki, apalagi memfitnah dengan dalih demokrasi dan keadilan.

Sangat memalukan jika ada seorang negarawan melantunkan puisi kesedihan hatinya, dengan alasan tidak ada keadilan bagi kekuasaan yang sesungguhnya bukan miliknya. Namun di sisi lain ia lupa bahwa sekelilingnya adalah para perampok yang dari tahun ke tahun justru menyakiti hati rakyatnya.

Apakah ini yang disebut melupakan keadilan bagi rakyat, tetapi mengharapkan perhatian untuk mendapatkan kekuasaan dengan narasi tidak ada lagi keadilan?

Baca Juga: Ada Lho Desa Mandiri Sampah, Salah Satunya di Magelang Jawa Tengah

Gagasan-gagasan yang tidak lagi bergizi justru selalu disampaikan oleh para gerombolan elite yang sok bersih, bahkan sok adil bagi kehidupan rakyat.

Gerombolan politisi yang melahirkan para koruptor biasanya cenderung menyembunyikan karakter aslinya dengan menyanyikan kidung cinta rakyat, Pancasila sakti, dan Aku Cinta Indonesia, tetapi  yang mereka kerjakan selama ini justru berubah menjadi garong dan menghisap darah rakyat.

Menghalalkan segala cara yang dibungkus dengan etika demokrasi dan kecurangan, serta gaya politik sangat memalukan ini harus dihentikan dengan tegas dan segera. Aparat  penegak hukum harus berani menindak siapapun yang memiliki agenda hitam untuk menghancurkan masa depan bangsa dan negara.

Jika aparat penegak hukum takut bertindak terhadap gerombolan semacam ini, harusnya mundur saja!***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: Opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X