10 Tahun Lebih Menggantung, RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibahas DPR, Ada Apa dengan Elite Politik di Senayan?

photo author
- Jumat, 1 Maret 2024 | 14:20 WIB
Ilustrasi. RUU Perampasan Aset mandek di DPR,  Presiden Jokowi masygul.
Ilustrasi. RUU Perampasan Aset mandek di DPR, Presiden Jokowi masygul.

HUKAMANEWS – Telah lebih dari satu dekade, RUU Perampasan Aset, sebuah instrumen hukum yang diharapkan menjadi senjata ampuh dalam memerangi korupsi dan mengembalikan kerugian negara, masih terkatung-katung di DPR dan mandek tanpa kejelasan.

Tak salah bila kemudian Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak begitu masygul dengan kondisi ini. RUU Perampasan Aset merupakan beleid yang sangat strategis untuk mengamankan aset negara dan membersihkan negeri ini dari prilaku korup para elite dan pejabat.

Alih-alih menyegerakan pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset, para elite politik di Senayan malah sibuk dengan agenda-agenda lain. Teraktual, keinginan mereka untuk menggaungkan hak angket dan interpelasi. Ironis sekali.

Baca Juga: Jadwal Pendaftaran Pemantau Pilkada DKI Jakarta 2024, Kesempatan Anda untuk Berpartisipasi dalam Demokrasi!

Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., menilai ada ketakutan di kalangan elite politik bila RUU Perampasan Aset ini disahkan. Mengapa demikian? Berikut catatan kritis politisi senior yang pernah memimpin Komisi III DPR RI ini.

Dalam sebuah pidatonya, Presiden Jokowi tegas mengatakan bahwa tidak ada negara lain yang menangkap dan memenjarakan pejabatnya yang terbukti melakukan korupsi sebanyak di Indonesia.

Jokowi mencatat, selama kurun waktu 2004 hingga 2022, ada ratusan politisi, kepala daerah, hakim, hingga menteri yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi.

Baca Juga: MK Kabulkan Gugatan Perludem Soal Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Berlaku untuk Pemilu 2029

Rinciannya, 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD; 38 menteri dan kepala lembaga; 24 gubernur; 162 bupati dan walikota; 31 hakim, termasuk hakim konstitusi; 8  komisioner diantaranya komisioner KPU, KPPU dan KY; serta 363 dari birokrat dan 415 dari swasta.

“Terlalu banyak. Sekali lagi, carikan negara lain yang memenjarakan pejabatnya sebanyak di Indonesia,” kata Jokowi.

Dengan begitu banyaknya pejabat yang sudah dipenjarakan, apakah korupsi berhenti atau berkurang? Ternyata tidak. Hingga detik ini, masih banyak ditemukan kasus korupsi. Artinya, perlu adanya evaluasi total.

Baca Juga: Survei Indikator Politik Indonensia: 71,8 Persen Percaya Prabowo Gibran Menang dalam Satu Putaran

Mangkraknya RUU Perampasan Aset membuat pejabat lebih berani melakukan korupsi, bahkan sampai sekarang. Korupsi pengadaa Al Quran (2012), korupsi impor daging sapi (2013), korupsi dana haji (2016), korupsi pengadaan E KTP (2017), korupsi Bansos (2020), hingga korupsi BTS (2023) membuktikan bahwa korupsi-korupsi masih terus terjadi.

Potensi mega korupsi di Kementerian Pertanian maupun di kementerian lain adalah akibat dari UU Perampasan aset yang tak kunjung rampung. Tarik ulur RUU ini para koruptor tertawa dan makin merajalela.

Sebenarnya ada apa dengan para wakil rakyat di Senayan? Apakah benar pernyataan Bambang Pacul, politikus PDI Perjuangan, bahwa mereka tak berkutik dengan RUU ini, karena belum ada ‘restu’ dari masing-masing ketua umum partai untuk meloloskan RUU Perampasan Aset? Apa yang ditakutkan oleh wakil rakyat terpelajar dan yang terhormat ini?

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X