Berbagai sumber yang ada, semangat hak angket kini mulai menurun. Bahkan DPR yang didominasi oleh kader PDI Perjuangan diduga telah terjadi pecah suara. Sebagian mulai tak suka dengan karakter Ganjar yang awalnya bergerak minta keadilan KPU, tapi malah kalah di kandang sendiri.
Baca Juga: Mayor Teddy Tak Lagi Menjadi Ajudan Prabowo, Dapat Promosi Jabatan Mentereng Ini
Padahal sejak awal sudah diprediksi bahwa Pilpres kali ini sesungguhnya medan pertarungan antara 01 dan 02. Ganjar sudah tidak masuk hitungan sejak debat pilpres kelima setelah pidato penutupnya bernuansa kebencian terhadap personal. Di situlah akhir Ganjar yang tidak disadarinya.
Ganjar yang selalu mengancam hak angket dengan segala alasan, termasuk menggoreng isu kecurangan, justru dipermalukan di kandang sendiri. Diketahui, buntut dari berbagai tuduhan Ganjar yang menyebut KPU terjadi kecurangan pemilu di Jawa Tengah, dilakukan rekapitulasi ulang di 35 kabupaten yang merupakan kandang Banteng sekaligus ‘wilayah kekuasaan’ Ganjar Pranowo’.
Hasil dari rekapitulasi ulang tersebut, lagi-lagi Ganjar-Mahfud kalah telak. Dari hasil rapat pleno rekapitulasi ulang diperoleh data Ganjar Mahfud hanya mendapat 7,8 juta suara. Sementara Anis Muhaimin memperoleh 2,9 juta suara. Sedangkan Prabowo Gibran berhasil keluar sebagai peraih suara terbanyak yakni 12,1 juta suara. Angka yang fantastis ini membungkam mulut PDI Perjuangan.
Padahal sebagian besar kader senior PDI Perjuangan di DPR seperti Irmadi Lubis, Sihar Sitorus, Trimedya Panjaitan, Jarot Saiful Hidayat dan masih banyak lagi, sudah memperingatkan untuk tidak protes karena fakta di lapangan memang keadan Ganjar selalu kalah.
Bocor sebuah kabar, kader PDI Perjuangan yang duduk di DPR mengultimatum partainya apabila terus bikin kekisruhan, mereka akan hengkang ramai-ramai dari partai berlogo banteng. Pasalnya mereka menilai bahwa tuduhan yang selalu dilontarkan Ganjar tidak punya bukti apapun dan berakibat buruk bagi citra partai.
Bahkan, Jarot Syaiful Hidayat, juga tak mendukung keputusan partainya yang tidak berjiwa besar menerima kekalahan. Bagi Jarot, sikap PDIP dan Ganjar lebih ke urusan pribadi. Ganjar dinilai terlalu berambisi menjadi presiden, tetapi tidak mampu mengukur kemampuan diri.
Dana kampanye sebesar Rp 560 milyar rupiah yang telah dikeluarkan paslon nomor urut 3 boleh jadi menjadi beban tersendiri bagi Ganjar. Untuk diketahui, biaya kampanye AMIN Rp 49 M, Prabowo Gibran 207 M, dan Ganjar mahfud 506 M.
Beredar kabar, bila perolehan suara Ganjar tidak mencapai 20% dari seluruh jumlah pemilih sah, maka Ganjar dituntut mengembalikan dana kampanye sedikitnya 50% atau sekitar Rp 280 miliar.
Benarkah karena keadaan yang menjepit ini membuat Ganjar selalu cari cara untuk membuat Pemilu 2004 terlihat curang? Tujuannya adalah menghindari hutang kampanye, sementara PDI Perjuangan saat ini tidak punya kuasa apapapun setelah lepas dari Jokowi.
Sementara itu, partai Nasdem yang juga selalu dibujuk PDI Perjuangan untuk menggulirkan hak angket nyatanya masih belum membuat keputusan resmi. Meski beberapa kali Anies sepakat soal hak angket, namun posisi anise sedikit lebih diuntungkan.
Artikel Terkait
Ilusi Pemakzulan Jokowi oleh Kelompok yang Tidak Siap Kalah
Etika Abal-Abal Para Capres-Cawapres dan Elite Politik Jelang Pilpres 2024
Pilpres 2024, Jokowi, dan Politisi Berjubah Akademisi
Film Dirty Vote Jelang Pencoblosan, ‘Serangan Fajar’ Versi Baru
Menakar Kedewasaan Berpolitik di Tengah Potensi Sengketa Pemilu 2024 dan Integritas MK
Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Skenario Jahat Kelompok Takut Kalah
Buruk Muka Cermin Dibelah, Catatan untuk Ganjar Mahfud, Megawati, dan Elite PDI Perjuangan
10 Tahun Lebih Menggantung, RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibahas DPR, Ada Apa dengan Elite Politik di Senayan?
Membaca Gestur Politik Puan Maharani di Tengah Gelombang Hak Angket dan Interpelasi