Kini, Gen Z dan Millennial mulai mempertimbangkan hak pilihnya, mereka tidak mau salah memilih, berujung dengan golput (golongan putih). Namun juga tidak menutup kemungkinan bagi Gen Z dan Milenial untuk golput saat Pemilu 2024 nanti. Terlebih banyak mereka yang memilih jalan untuk tidak menggunakan hak suara dalam kepentingan politik Indonesia.
Bila partai politik bisa mengelola kehadiran mereka dengan sebaik-baiknya, inilah kesempatan besar mendapatkan kader-kader terbaik untuk mendongkrak elektabilitas partai.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Tiadakan Pelayanan Samsat dan SIM Hingga Beroperasi Kembali 16 Februari 2024
Fanatisme dan Politik Old-Style: Penghambat Kemajuan Bangsa
Di sisi lain, partai politik, instrumen demokrasi yang diharapkan menjadi pilar kemajuan bangsa, ternyata masih terperangkap dalam pola lama yang kaku dan tidak adaptif. Dominasi elite politik dan fanatisme buta kader menjadi penyakit kronis yang menggerogoti partai-partai di Indonesia.
Elite politik, yang telah berkuasa selama puluhan tahun, tak menunjukkan tanda-tanda reformasi. Mereka lebih fokus menggunakan partai sebagai kendaraan politik untuk meraih jabatan dan kekuasaan, alih-alih memperjuangkan aspirasi rakyat. Kader-kader partai, terjebak dalam fanatisme, menjadi korban eksploitasi para elite.
Fanatisme, bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia mampu memperkuat loyalitas dan solidaritas. Di sisi lain, ia dapat menjadi alat manipulasi dan kontrol. Elite politik memanfaatkan fanatisme untuk membungkam kritik dan menggerakkan massa demi kepentingan mereka sendiri.
Contohnya, isu dinasti politik yang dipolitisasi untuk menyerang Presiden Jokowi. Fanatisme buta terhadap partai dan elite politik membuat sebagian masyarakat mudah terhasut propaganda dan kebencian. Norma etik dijadikan tameng untuk menyerang, tanpa memahami konteks dan aturan yang berlaku.
Di tengah era digital dan generasi muda yang kritis, pola politik old-style ini semakin tertinggal. Generasi Z dan milenial, dengan karakter yang haus akan hal baru dan tantangan, tidak akan terlena dengan fanatisme dan politik usang.
Partai politik harus segera berbenah. Pola manajerial kolot harus ditinggalkan. Elite politik harus menunjukkan kedewasaan dan berpolitik dengan cara-cara yang terpuji. Fanatisme buta harus diubah menjadi loyalitas yang kritis dan konstruktif.
Hanya dengan reformasi internal dan adaptasi terhadap zaman, partai politik dapat menjadi pilar demokrasi yang sehat dan membawa bangsa ini menuju kemajuan.
Generasi muda, dengan semangat dan ide-ide segarnya, harus menjadi agen perubahan dalam dunia politik Indonesia.
Artikel Terkait
Hilirisasi Jokowi dan Pertempuran Politik Jelang Pilpres 2024
Prabowo Subianto Menjemput Kemenangan Pilpres 2024
Debat Capres untuk Mencari Pemimpin Terbaik, Bukan Memilih Kandidat Berwatak Sengkuni
51 Tahun PDI Perjuangan: Elektabiltas Merosot hingga ‘Kehilangan’ Jokowi, Masihkah Jadi Partai Wong Cilik?
Ilusi Pemakzulan Jokowi oleh Kelompok yang Tidak Siap Kalah
Presiden Boleh Berkampanye dan Berpihak, Tinjauan Hukum dan Etik
Etika Abal-Abal Para Capres-Cawapres dan Elite Politik Jelang Pilpres 2024
Pilpres 2024, Jokowi, dan Politisi Berjubah Akademisi