Pemilu 2024, Suara Milenial dan Gen Z: Mungkinkah Mengubah Wajah Politik Indonesia?

photo author
- Senin, 12 Februari 2024 | 20:43 WIB
Ilustrasi. Pemilu 2024, suara milenial dan gen Z mendominasi, akankah mengubah wajah politik Indonesia?
Ilustrasi. Pemilu 2024, suara milenial dan gen Z mendominasi, akankah mengubah wajah politik Indonesia?

Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

Kini, Gen Z dan Millennial mulai mempertimbangkan hak pilihnya, mereka tidak mau salah memilih, berujung dengan golput (golongan putih). Namun juga tidak menutup kemungkinan bagi Gen Z dan Milenial untuk golput saat Pemilu 2024 nanti. Terlebih banyak mereka yang memilih jalan untuk tidak menggunakan hak suara dalam kepentingan politik Indonesia.

Bila partai politik bisa mengelola kehadiran mereka dengan sebaik-baiknya, inilah kesempatan besar  mendapatkan kader-kader terbaik untuk mendongkrak elektabilitas partai.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Tiadakan Pelayanan Samsat dan SIM Hingga Beroperasi Kembali 16 Februari 2024

Fanatisme dan Politik Old-Style: Penghambat Kemajuan Bangsa

Di sisi lain, partai politik, instrumen demokrasi yang diharapkan menjadi pilar kemajuan bangsa, ternyata masih terperangkap dalam pola lama yang kaku dan tidak adaptif. Dominasi elite politik dan fanatisme buta kader menjadi penyakit kronis yang menggerogoti partai-partai di Indonesia.

Elite politik, yang telah berkuasa selama puluhan tahun, tak menunjukkan tanda-tanda reformasi. Mereka lebih fokus menggunakan partai sebagai kendaraan politik untuk meraih jabatan dan kekuasaan, alih-alih memperjuangkan aspirasi rakyat. Kader-kader partai, terjebak dalam fanatisme, menjadi korban eksploitasi para elite.

Baca Juga: Budiman Sudjatmiko Himbau Aktivis Tidak Ikut-Ikutan Agenda Asing: Mereka Berupaya Menghambat Keberlanjutan Pembangunan Bangsa Kita

Fanatisme, bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia mampu memperkuat loyalitas dan solidaritas. Di sisi lain, ia dapat menjadi alat manipulasi dan kontrol. Elite politik memanfaatkan fanatisme untuk membungkam kritik dan menggerakkan massa demi kepentingan mereka sendiri.

Contohnya, isu dinasti politik yang dipolitisasi untuk menyerang Presiden Jokowi. Fanatisme buta terhadap partai dan elite politik membuat sebagian masyarakat mudah terhasut propaganda dan kebencian. Norma etik dijadikan tameng untuk menyerang, tanpa memahami konteks dan aturan yang berlaku.

Di tengah era digital dan generasi muda yang kritis, pola politik old-style ini semakin tertinggal. Generasi Z dan milenial, dengan karakter yang haus akan hal baru dan tantangan, tidak akan terlena dengan fanatisme dan politik usang.

Baca Juga: Masa Tenang Pemilu 2024, Peserta Pemilu 2024 Dilarang Melanggar Aturan, Ancaman Hukuman Berat Menanti

Partai politik harus segera berbenah. Pola manajerial kolot harus ditinggalkan. Elite politik harus menunjukkan kedewasaan dan berpolitik dengan cara-cara yang terpuji. Fanatisme buta harus diubah menjadi loyalitas yang kritis dan konstruktif.

Hanya dengan reformasi internal dan adaptasi terhadap zaman, partai politik dapat menjadi pilar demokrasi yang sehat dan membawa bangsa ini menuju kemajuan.

Generasi muda, dengan semangat dan ide-ide segarnya, harus menjadi agen perubahan dalam dunia politik Indonesia.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X