Baca Juga: 45 Tahun WALHI: Gerakan Tanpa Kultus
Ia menambahkan, “Ketika tokoh agama menolak memberi restu atas tambang, deforestasi, atau proyek yang mencederai bumi, saat itulah iman bekerja. Itulah bentuk nyata dakwah ekologis.”
Kalimat penutup Hening menjadi penanda semangat lintas iman yang tumbuh dari Pontianak:
“Bayangkan bila seluruh pemuka agama berbicara tentang keadilan iklim dengan kasih yang sama kepada seluruh makhluk. Bukankah itu rahmat Tuhan yang paling indah bagi semesta?”
Langkah Bersama untuk Bumi
Selain seminar, Festival S.H.E 2025 juga menghadirkan Green Community Exhibition yang menampilkan praktik baik dari berbagai daerah pelaksana program JISRA dan SMILE. Pameran ini menjadi ruang berbagi inovasi, dari teknologi hijau sederhana hingga karya kreatif pemuda dan perempuan dalam menjaga bumi.
Hari kedua festival ditandai dengan aksi Walk for Earth and Unity—jalan bersama lebih dari 300 peserta lintas agama dengan pesan sederhana namun kuat: “Unite Our Steps, Preserve the Earth.”
Dari Pontianak, semangat itu menular: menjaga bumi bukan lagi wacana, tapi gerakan iman. Di saat dunia makin terpecah oleh politik dan kepentingan, di sinilah solidaritas lintas iman justru menemukan maknanya—menyatukan langkah demi bumi yang berkeadilan.***
Artikel Terkait
Faith, Climate Crisis, and the Moral Responsibility of Religious Communities
Hening Parlan dan Suara Moral Lintas Iman Menggema di Bangkok Climate Action Week
GreenFaith Indonesia Calls for a Moral Interfaith Voice at the Bangkok Climate Action Week
Pemuda Lintas Iman di Pontianak dan GreenFaith Indonesia Bergerak Wujudkan Rumah Ibadah Ramah Lingkungan
Eco Bhinneka Muhammadiyah Gelar Festival SHE 2025: Dari Ekoteologi Menuju Keadilan Iklim
GreenFaith Indonesia dan Institut Dayakologi Satu Visi Menjaga Hutan dan Merawat Iman