HUKAMANEWS - Jakarta adalah potret mini Indonesia. Di kota ini, beragam suku, agama, dan budaya berpadu membentuk harmoni yang unik. Namun di balik gemerlapnya, ibu kota juga menyimpan tantangan: kepadatan penduduk, polusi udara, serta kesenjangan sosial yang kerap memicu gesekan identitas.
Untuk menjawab situasi tersebut, Eco Bhinneka Muhammadiyah Daerah Khusus Jakarta meneguhkan komitmennya menanamkan nilai kebhinnekaan dan kepedulian lingkungan di kalangan generasi muda. Setelah sukses menggelar kampanye “Walk for Peace and Climate Justice” pada pertengahan tahun, organisasi ini melanjutkan langkahnya dengan menghadirkan program pendidikan ekoliterasi di beberapa SMA di Jakarta.
Program ini merupakan bagian dari inisiatif Strengthening Youth Multifaith Leader Initiative on Climate Justice through Ecofeminism (SMILE) — gerakan yang memperkuat kepemimpinan muda lintas iman dalam menghadapi krisis iklim dengan perspektif keadilan gender dan ekofeminisme.
Baca Juga: Satu Tahun Prabowo–Gibran: Antara Janji, Diplomasi, dan Cermin Realitas Rakyat
Belajar tentang Alam dan Kemanusiaan
Dalam kegiatan ekoliterasi, siswa diajak memahami hubungan antara manusia dan alam secara lebih mendalam. Mereka tak hanya belajar teori, tetapi juga diajak melakukan aksi nyata: memilah sampah, menghemat energi, dan menanam pohon di lingkungan sekolah.
“Bumi adalah rumah kita satu-satunya. Mari rawat dan hormati seperti ibu yang memberi kehidupan — air, udara, tanah, dan seluruh sumber daya yang menopang hidup,” ujar Dzikrina Farah Adibah, Manajer Program SMILE, saat ditemui di sela kegiatan pelatihan di SMA Muhammadiyah Jakarta.
Menurut Dzikrina, menjaga lingkungan bukan hanya soal sains, tetapi juga nilai kemanusiaan dan spiritualitas. “Setiap agama mengajarkan kasih dan tanggung jawab terhadap ciptaan Tuhan. Ketika kita merawat bumi, sesungguhnya kita sedang menjalankan ajaran itu,” tambahnya.
Para siswa yang terlibat mengaku mendapat banyak pengalaman baru. “Saya jadi sadar kalau isu iklim itu bukan hal yang jauh dari kehidupan kita. Bahkan dari hal sederhana seperti membawa botol minum sendiri dan tidak membuang sampah sembarangan, kita bisa berkontribusi,” kata Nabila, siswi SMA Negeri di Jakarta Selatan yang menjadi peserta program.
Baca Juga: Kubu Ridwan Kamil Angkat Bicara Usai Lisa Mariana Ditetapkan Tersangka: Bukti Polisi Profesional!
Membangun Kepemimpinan Muda Lintas Iman
Program Eco Bhinneka Goes to School memiliki tiga tujuan utama: memperkuat kohesi sosial lintas identitas, mendorong keadilan iklim berbasis komunitas, dan membangun kepemimpinan anak muda lintas iman melalui pelatihan dan aksi bersama.
“Kami ingin anak muda Jakarta menjadi pelaku perubahan. Mereka tidak hanya sadar akan pentingnya lingkungan, tetapi juga mampu bekerja sama lintas iman dan budaya,” ungkap Ahmad Taufik, Koordinator Eco Bhinneka Muhammadiyah Jakarta.
Dari program ini diharapkan lahir lima siswa terlatih sebagai fasilitator lingkungan di sekolah, terbentuk ekstrakurikuler lingkungan hidup, serta muncul empat inisiatif baru di lima SMA di Jakarta. Semua rangkaian kegiatan akan didokumentasikan dalam video pendek bertajuk “Eco Bhinneka Goes to School”, menampilkan semangat muda Ibu Kota dalam merawat bumi dan kebhinnekaan.
Baca Juga: Indonesia Panas Mendidih, BMKG Catat Suhu Tembus 37,6°C, Waspadai Cuaca Ekstrem hingga Awal November
“Anak-anak muda ini adalah harapan bangsa. Jika mereka tumbuh dengan kesadaran lingkungan dan nilai kebersamaan, maka masa depan Indonesia akan lebih hijau dan damai,” ujar Ahmad Taufik optimistis.
Artikel Terkait
Hening Parlan dan Suara Moral Lintas Iman Menggema di Bangkok Climate Action Week
GreenFaith Indonesia Calls for a Moral Interfaith Voice at the Bangkok Climate Action Week
‘Aisyiyah Jepara Dorong Efisiensi Energi dan Pengurangan Risiko Bencana di Tengah Krisis Iklim
Pemuda Lintas Iman di Pontianak dan GreenFaith Indonesia Bergerak Wujudkan Rumah Ibadah Ramah Lingkungan
Pelatihan Keadilan Iklim untuk Pemuda Lintas Iman di Pontianak Lahirkan Rencana Aksi Rumah Ibadah Ramah Lingkungan
Eco Bhinneka Muhammadiyah Gelar Festival SHE 2025: Dari Ekoteologi Menuju Keadilan Iklim