Kisah tersebut menjadi bukti bahwa riset dan gerakan sosial bukan dua dunia yang terpisah. Justru ketika pengetahuan berpadu dengan keberanian kolektif, ia bisa menjadi kekuatan yang mengguncang struktur kekuasaan.
Eko mengatakan, perjuangan untuk keadilan ekologis harus berangkat dari akar rumput—dengan riset sebagai fondasi dan keberpihakan sebagai kompas.
“Teman-teman boleh capek, tapi tidak boleh berhenti berpihak,” pungkasnya.***
Artikel Terkait
Green Youth Quake: Ketika Pemuda NU dan Muhammadiyah Bangkit Hadapi Krisis Iklim
Ekofeminisme dan Suara Perempuan di Tengah Krisis Iklim
Agama, Alam, dan Kapitalisme: Refleksi Islam atas Krisis Ekologis Global
Tambang, Oligarki, dan Perlawanan Rakyat: Wajah Buram Ekonomi Politik SDA
Greenpeace Beberkan Jurus Kampanye Menggugah Opini Publik dan Menggoyang Kebijakan Lingkungan
Ketika Utang Jadi Dosa Jariah, Hening Parlan Tawarkan Jalan Baru Pendanaan Transisi Energi
Kapitalisme dan Ruang Hidup: Suara Kritis dari Pesantren Ekologi Bogor
Menolak Tenggelam: Suara dari Pulau Pari untuk Keadilan Iklim
Suara Perempuan dari Pesantren untuk Keadilan Iklim