HUKAMANEWS GreenFaith - Krisis iklim bukan ancaman masa depan. Ia telah menjadi kenyataan hari ini. Banjir rob merendam pesisir, cuaca ekstrem merusak panen petani, udara kian penuh racun, dan anak-anak terserang penyakit tropis yang makin agresif. Namun, di tengah krisis ini, kesadaran publik—terutama kalangan muda—masih belum memadai.
Pelatihan Green Youth Quake menjadi jawaban atas kegentingan itu. Diselenggarakan oleh GreenFaith Indonesia, Enter Nusantara, dan Pesantren Ekologi Misykat al Anwar pada 25–29 Juli 2025 di Dramaga, Bogor, kegiatan ini menghimpun 30 peserta muda dari delapan provinsi. Mereka berasal dari latar belakang pesantren dan aktif di organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah.
“Perubahan iklim bukan sekadar isu lingkungan, melainkan krisis moral dan spiritual,” tegas Hening Parlan, Koordinator GreenFaith Indonesia yang juga menjadi fasilitator utama pelatihan.
Agama dan Energi Kotor
Dalam pelatihan ini, peserta diajak menggali hubungan antara iman, ekologi, dan keadilan iklim. Salah satu isu krusial yang dibahas adalah peran energi fosil, khususnya batubara, sebagai biang kerok krisis iklim. Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah PLTU batubara terbanyak di Asia Tenggara. Menurut data EndCoal.org, hingga 2020, terdapat 171 PLTU aktif yang menyumbang jutaan ton karbon ke atmosfer tiap tahunnya.
Ironisnya, di saat dunia menyerukan transisi energi bersih, pemerintah justru membuka ruang bagi ormas keagamaan dan kampus untuk mengelola tambang. Hal ini dikritik keras dalam pelatihan.
“Kita harus jujur, ada kesenjangan antara ajaran agama dan praktiknya. Agama tidak boleh membisu di tengah kerusakan bumi,” kata Roy Murtadho, pengasuh Pesantren Ekologi Misykat al Anwar.
Dakwah Ekologis
Tak sekadar teori, pelatihan ini juga mendorong peserta menyusun strategi kampanye lingkungan berbasis dakwah, menulis opini, dan mengolah pesan ekologi untuk media sosial. Narasumber lintas organisasi seperti Iqbal Damanik (Greenpeace), Melky Nahar (JATAM), serta aktivis muda dari NU dan Muhammadiyah, mengisi sesi pelatihan dengan pendekatan interaktif dan kritis.
Laporan UNICEF The Climate Crisis is a Child Rights Crisis menempatkan Indonesia dalam kategori risiko tinggi. Anak-anak Indonesia terpapar dampak langsung perubahan iklim, seperti gelombang panas, polusi udara, hingga krisis air bersih. Bila tak ditangani dengan serius, generasi muda hanya akan menjadi korban, bukan pelaku perubahan.
Green Youth Quake adalah ikhtiar awal membangun jaringan pemuda Islam yang memahami bahwa merawat bumi adalah bagian dari ibadah. Dari masjid hingga media sosial, mereka dipersiapkan menjadi penyambung suara bumi yang bersandar pada ilmu dan nilai-nilai keagamaan.
“Ini soal masa depan kita semua. Butuh keberanian iman dan aksi kolektif,” ujar Syahrul Ramadhan dari GreenFaith Indonesia.
Pelatihan ini diharapkan menjadi model pembelajaran ekoteologi yang relevan dan membumi. Sebab menyelamatkan lingkungan tak cukup dengan data ilmiah saja—ia butuh hati yang peduli dan iman yang hidup.***
Artikel Terkait
GreenFaith Indonesia Mendorong Generasi Muda Lintas Iman Pimpin Gerakan Keadilan Iklim
Ironi Nikel: Hijau di Negeri Orang, Hitam di Negeri Sendiri; Potret Dosa Ekologi Tambang Nikel Indonesia
Dari Terowongan Silaturahim, Anak Muda Lintas Iman dan Difable Bersatu Deklarasikan Keadilan Iklim
Walk for Peace: Menapaki Langkah Damai, Menjaga Bumi Bersama untuk Keadilan Iklim
Interfaith Youth and Persons with Disabilities Walk for Climate Justice in Jakarta