HUKAMANEWS Greenfaith - Selama ini kita terbiasa memandang teknologi sebagai solusi utama untuk menghadapi krisis iklim.
Inovasi energi terbarukan, kendaraan listrik, hingga kecerdasan buatan sering dijadikan simbol harapan dunia yang lebih hijau.
Namun, di tengah gegap gempita teknologi, kita kerap lupa bahwa ada cara-cara yang jauh lebih tua, lebih bijak, dan terbukti ampuh menjaga keseimbangan alam: kearifan masyarakat adat.
Kita mungkin baru berbicara tentang keberlanjutan dalam dua dekade terakhir.
Baca Juga: Sangurejo dan Revolusi Hijau dari Mimbar, Ketika Framing Agama Jadi Motor Aksi Lingkungan
Tapi masyarakat adat? Mereka sudah menjalankannya selama ratusan bahkan ribuan tahun tanpa perlu jargon ramah lingkungan.
Yang menyedihkan, mereka yang paling konsisten menjaga alam justru kerap terpinggirkan dalam percakapan global soal perubahan iklim.
Padahal, kontribusi mereka bukan sekadar cerita masa lalu, tapi harapan nyata untuk masa depan.
Di Indonesia, masyarakat adat memiliki peran vital dalam menjaga hutan dan ekosistem.
Dengan hukum adat yang kuat, mereka melakukan pemantauan keanekaragaman hayati secara turun-temurun.
Bukan hanya dengan sistem, tapi juga lewat filosofi hidup yang mengakar: bahwa manusia adalah bagian dari alam, bukan penguasa atasnya.
Baca Juga: Saatnya Masjid Jadi Garda Terdepan Aksi Iklim, Gerakan Hijau Dimulai dari Sini
Seperti kata Kepala Desa Batu Lintang, “Lebih baik menjaga mata air daripada meneteskan air mata.”
Kalimat ini bukan sekadar peribahasa, tapi prinsip hidup yang mengilhami langkah nyata menjaga lingkungan.
Dalam pertemuan internasional COP 16 yang berlangsung di Cali, Kolombia, Nurhayati, seorang perwakilan masyarakat adat, menyampaikan sesuatu yang menyentuh dan sangat relevan.
Artikel Terkait
5 Masjid dengan Desain Ramah Lingkungan, Inovasi Hijau yang Perkuat Keimanan dan Kepedulian Umat!
Menjaga Pohon, Menjaga Air, Kunci Kelestarian Hidup di Tengah Perubahan Iklim
Membumikan Iman untuk Menyelamatkan Bumi, Eco Bhinneka dan GreenFaith Gelar Diseminasi Hasil Advokasi Lintas Agama untuk Mengelola Risiko Lingkungan
Gunakan Panel Surya dan Kincir Angin, Dusun Bondan Kampung Laut Cilacap Jawa Tengah Merdeka Lewat Energi Terbarukan
Danau Singkarak, PLTS Terapung Terbesar Sumatra yang Memicu Kontroversi