HUKAMANEWS - Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan tantangan ekonomi global, publik Indonesia kini memusatkan perhatian pada pembentukan kabinet baru oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Pertanyaan besar yang muncul: akankah kabinet ini menjadi zaken kabinet—sebuah kabinet yang diisi oleh para ahli dan profesional di bidangnya—seperti yang sering dijanjikan, atau akan kembali pada skenario lama, yakni bagi-bagi jabatan sebagai balas budi kepada para pendukung politik?
Berikut adalah analisis Dr. Pieter C. Zulkifli, SH., MH., mengenai wacana zaken kabinet dan tantangan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam lima tahun mendatang. Pieter menyebut, melawan korupsi menjadi tantangan paling berat dalam pemerintahan baru ke depan.
***
SEPEKAN jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2024–2029, kediaman pribadi Prabowo di Jalan Kertanegara, kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, ramai didatangi berbagai tokoh penting. Beberapa di antaranya disebut-sebut sebagai calon menteri dan pejabat yang akan membantu memimpin negara dalam kabinet mendatang.
Prabowo telah berjanji akan membentuk kabinet zaken, kabinet yang diisi oleh individu-individu profesional dan ahli di bidangnya. Mengingat tantangan dalam negeri dan regional yang semakin kompleks, kehadiran tokoh-tokoh berkompeten dalam kabinet menjadi kebutuhan mendesak. Namun, realitas politik Indonesia seringkali lebih rumit. Dalam beberapa hari terakhir, banyak tokoh politik dari partai pendukung maupun oposisi terlihat hadir dalam pertemuan tersebut, menimbulkan spekulasi apakah Prabowo akan berkompromi dengan mengakomodasi kepentingan politik dalam susunan kabinetnya.
Di tengah kondisi seperti ini, apakah janji zaken kabinet akan tetap terjaga, ataukah kompromi politik akan menjadi penentu utama?
Kompromi Politik, antara Keniscayaan dan Harapan
Kompromi politik, terutama dalam pembentukan kabinet, adalah praktik yang wajar dalam demokrasi. Mengelola negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan beragam tantangan politik memerlukan stabilitas yang seringkali dicapai melalui perjanjian politik. Namun, rakyat berharap kompromi ini dilakukan demi kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan segelintir elit.
Sayangnya, sejarah panjang Indonesia yang diwarnai oleh praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme, masih membekas hingga kini. Sementara, biaya hidup yang tinggi, pendidikan mahal, dan lapangan pekerjaan yang sulit ditemukan merupakan realitas yang menghantui banyak rakyat kecil. Janji-janji perubahan seringkali terkikis oleh kepentingan pribadi dan politik sempit.
Mimpi Indonesia maju seringkali hancur di tangan oknum elite yang serakah. Bahkan lembaga-lembaga hukum yang seharusnya berperan sebagai penjaga moral bangsa terkadang turut serta dalam praktik-praktik kotor ini. Dalam situasi seperti ini, harapan rakyat terhadap pemerintahan baru di bawah Prabowo-Gibran semakin membesar. Mampukah mereka menepati janji untuk membersihkan birokrasi dan menindak tegas korupsi?
Baca Juga: Ini Kata Kaesang Makna Nama Putri Pertamanya Bebingah Sang Tansahayu yang Baru Lahir
Kabinet tanpa ‘Give Away’