Mogok Hakim dan Krisis Keadilan: Elite Tak Peduli, Rakyat Jadi Korban

photo author
- Rabu, 9 Oktober 2024 | 09:37 WIB
Ilustrasi palu hakim. Fenomena mogok Hakim yang sempat terjadi beberapa waktu lalu menimbulkan ironi  di tengah upaya penegakan hukum yang selama ini dijadikan jargon.
Ilustrasi palu hakim. Fenomena mogok Hakim yang sempat terjadi beberapa waktu lalu menimbulkan ironi di tengah upaya penegakan hukum yang selama ini dijadikan jargon.

 

HUKAMANEWS - Keadilan adalah pilar utama dalam setiap negara hukum. Di tangan para hakim, keadilan dirajut, nasib individu dan masyarakat ditentukan. Namun, apa jadinya ketika mereka yang seharusnya menjadi penjaga keadilan justru memilih mogok dari tanggung jawab mereka? Di Indonesia, pemandangan yang tak biasa ini tengah berlangsung. Para hakim kini terlibat dalam aksi mogok sidang. Ironi ini tentu mengguncang fondasi sistem peradilan yang seharusnya selalu berjalan demi kepentingan rakyat

Pengamat hukum dan politik  Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., melihat dimensi lain dari fenomena mogoknya para ‘wakil tuhan’ ini. Menurut Pieter, banyak dari mereka yang mungkin masih memiliki niat baik, namun sistem yang korup dan penuh tekanan membuat mereka tak berdaya. Putusan yang seharusnya melindungi rakyat jelata, kini lebih sering menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan para penguasa.

Lebih lengkap, berikut ini kolom analisis politik Pieter dengan judul: “Mogok Hakim dan Krisis Keadilan: Elite Tak Peduli, Rakyat Jadi Korban

*** 

NEGARA ini seolah tak henti-hentinya dilanda badai krisis moral. Rakyat seakan tercekik oleh penderitaan yang tiada akhir, sementara para elite terus bertahan dalam kekuasaan tanpa sedikit pun memedulikan kepentingan mereka. Janji-janji yang diucapkan oleh para pemimpin hanya menjadi angin lalu, kosong tanpa makna. Dan kini, satu per satu, pilar penegak keadilan mulai runtuh. Hakim yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi rakyat yang terpinggirkan, malah terpaksa menutup mata dari hukum dan hati nurani.

Baca Juga: Gempa M4,9 di Sukabumi, Warga Diminta Tetap Tenang, BPBD Pastikan Belum Ada Kerusakan 

Sistem yang ada begitu bobrok, penuh dengan intrik dan kepentingan sempit. Penegakan hukum sudah tak lagi berlandaskan kebenaran, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh kekuatan politik dan kekuasaan uang. Hakim, yang diharapkan mampu menjunjung tinggi integritas, akhirnya terpaksa mengambil keputusan-keputusan yang bertentangan dengan hati nurani mereka sendiri. Mereka dipaksa untuk memilih antara mengikuti aturan sistem yang cacat atau menghadapi ancaman dan tekanan dari atas. 

Keputusan-keputusan hukum yang diambil pun sering kali bukan berdasarkan bukti dan kebenaran, melainkan demi menjaga kepentingan segelintir pihak yang berada di puncak kekuasaan. Rakyat, yang seharusnya menjadi penerima keadilan, justru menjadi korban dari sistem yang sakit ini. Mereka terus-menerus diabaikan, suaranya tak didengar, sementara para elite terus berpesta pora di atas penderitaan wong cilik. 

Hakim-hakim yang dulu dipercaya untuk menegakkan keadilan kini berada di bawah bayang-bayang ketakutan dan manipulasi. Banyak dari mereka yang mungkin masih memiliki niat baik, namun sistem yang korup dan penuh tekanan membuat mereka tak berdaya. Putusan yang seharusnya melindungi rakyat jelata, kini lebih sering menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan para penguasa dan pemilik uang.

 Baca Juga: Viral! Istri Pengurus Dayah Aceh Lumuri Cabai di Tubuh Santri, Kemenag Angkat Bicara

Apa yang terjadi di balik pintu-pintu pengadilan sering kali penuh dengan kepalsuan. Proses hukum yang seharusnya transparan dan adil, berubah menjadi permainan kekuasaan di mana uang dan pengaruh politik menjadi penentu utama. Mereka yang berani melawan arus, menegakkan kebenaran, akan segera ditenggelamkan oleh ancaman dan intimidasi, atau lebih buruk lagi, dipecat dan dihancurkan kariernya. 

Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

Sementara itu, rakyat terus bergulat dengan ketidakadilan yang tak pernah usai. Mereka yang miskin, yang tak memiliki akses ke kekuasaan atau sumber daya, harus menerima nasib pahit. Hukum tak lagi menjadi pelindung, melainkan musuh yang mengintai setiap langkah mereka. Setiap kali mereka berharap akan adanya keadilan, yang mereka terima hanyalah kekecewaan dan ketidakpastian. 

Negara ini sudah terlalu lama sakit. Para elite tak lagi peduli, dan sistem yang ada hanya memperparah luka yang sudah menganga. Rakyat hanya bisa menanti, entah sampai kapan penderitaan ini akan berakhir. Satu-satunya harapan adalah reformasi total, di mana hukum kembali ditegakkan dengan benar, dan keadilan kembali berpihak pada mereka yang lemah. Namun, harapan itu terasa semakin jauh, semakin tak terjangkau di tengah kepentingan segelintir penguasa yang terus merampas hak rakyatnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X