Deflasi Beruntun: Tantangan Awal Pemerintahan Prabowo Gibran, Meritokrasi Jadi Kunci Pemulihan

photo author
- Senin, 7 Oktober 2024 | 06:57 WIB
Tantangan ekonomi dan politik menyambut pemerintahan baru Prabowo Gibran, meritokrasi jadi kunci jawaban.
Tantangan ekonomi dan politik menyambut pemerintahan baru Prabowo Gibran, meritokrasi jadi kunci jawaban.

 

HUKAMANEWS – Genap dua pekan lagi, Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2024-2029 bakal dilantik. Susunan kabinet pemerintahan Prabowo – Gibran pun menyeruak ke publik. Adalah hal yang wajar bila partai-partai pengusung ingin menyodorkan perwakilannya untuk duduk di kursi panas kementerian. Namun uniknya, partai yang berseberangan pun ingin ikut gabung, bahkan mematok posisi tertentu di pemerintahan.

Apapun itu, soal memilih menteri dan jabatan lain, adalah menjadi hak prerogative presiden dan wakilnya. Prabowo telah menegaskan akan membentuk Zaken Kabinet, yakni kabinet yang berisi orang-orang professional. Terlebih, saat ini kondisi ekonomi dan geopolitik dunia sedang tidak baik-baik saja. Pun dengan Indonesia yang mengalami deflasi beruntun sejak lima bulan terakhir.

Pengamat politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., dalam analisis politiknya menilai, di tengah kondisi krisis ini, solusi yang diperlukan bukan sekadar reformasi kebijakan, tetapi juga kepemimpinan yang tegas, jujur, dan berani. Berikut ini catatan lengkapnya.

***

Baca Juga: Istana Tahu Siapa Penyebar Akun Fufufafa Pertamakali ke Publik, Diduga Orang Kuat Karena Masih Aman Tak Terciduk

PADA SEPTEMBER 2024, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatatkan penurunan atau deflasi untuk kelima kalinya berturut-turut. Fenomena ini menjadi catatan terburuk sejak 1999, menandai ancaman serius terhadap perekonomian nasional. Deflasi ini, yang kerap dianggap hanya sebagai urusan angka, sebenarnya membawa dampak luas, terutama bagi masyarakat bawah. Hal ini bukan persoalan perut semata, tetapi merupakan sinyal krisis yang mengancam kestabilan ekonomi negara secara keseluruhan.

Perekonomian Indonesia saat ini berada di ambang ketidakstabilan. Deflasi yang terus berlanjut memperlihatkan betapa lemahnya daya beli masyarakat, sekaligus menjadi penanda ancaman depresi ekonomi yang lebih luas. Depresiasi rupiah yang terus-menerus terhadap mata uang asing menambah tekanan pada ekonomi dalam negeri. Dampaknya tentu paling dirasakan oleh rakyat kecil yang semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Selain itu, pembangunan infrastruktur, meskipun penting, tidak cukup untuk memperbaiki ekonomi jika rakyat tidak memiliki daya beli. Kebijakan yang terlalu membuka kran impor tanpa pengawasan ketat hanya akan memperparah kondisi. Jika dibiarkan, hal ini akan menghancurkan industri nasional, yang sudah terpukul keras oleh persaingan dengan produk impor yang jauh lebih murah. 

Baca Juga: Trending di Akun X, Dharma Pongrekun Dianggap Kalah Jam Terbang dengan Pasangan RIDO dan Pram-Doel

Peran Pemerintah dalam Krisis 

Krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah, khususnya dalam hal pengawasan impor dan kebijakan perdagangan. Salah satu contoh konkret adalah melonjaknya transaksi bruto atau Gross Merchandise Value (GMV) Tik Tok shope naik empat kali lipat atau pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara dalam 2-3 tahun terakhir. Nilainya mencapai US$ 16,3 miliar atau sekitar 266,5 triliun Rupiah. Ini bukan sekadar hasil dari maraknya perdagangan daring, tetapi juga akibat kelalaian pengawasan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Bea Cukai.

Itu baru satu soal, permasalahan mendasar lain yakni pembangunan sektor industri sulit berkembang di Indonesia. Hemat penulis, hal ini karena Pemerintah terlalu fokus pada upaya-upaya membangun stabilitas politik. Kondisi keuangan Negara dan keterbatasan sumber daya manusia ahli dan terampil juga turut berkontribusi terhadap terhambatnya pembangunan industri manufaktur.

Pemerintah harus berani membuat terobosan baru agar dalam waktu 5-10 tahun ke depan Indonesia mampu menjadi New Industry Country. Faktor penentu domestik meliputi investasi, konsumsi pemerintah, jumlah penduduk, modal manusia, demokrasi, kekayaan sumber daya alam.

Baca Juga: HP OmniBook Ultra 14, Laptop AI yang Bikin Jatuh Cinta atau Cuma Gimmick?

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X