HUKAMANEWS - Pemilu 2024 di Indonesia menandai tonggak penting dalam perjalanan demokrasi negara ini.
Namun, seperti halnya setiap proses pemilihan umum, terdapat potensi sengketa yang dapat mengganggu stabilitas politik dan kepercayaan publik, tak terkecuali kebijakan dan program investasi nasional yang menjadi prioritas negara untuk menciptakan lapangan kerja nasional.
Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., memberikan ulasan kritis tentang sengketa pemilu dan bagaimana seharusnya para paslon yang sedang berkontestasi dan elite politik negara menyikapi.
Pemilihan umum adalah fondasi demokrasi yang sehat, yang memungkinkan warga negara untuk secara bebas mengekspresikan preferensi politik mereka melalui pemilihan wakil-wakil mereka.
Namun, di sepanjang sejarah, pemilu sering kali menjadi sumber konflik dan sengketa. Pemilu 2024 tidak terkecuali, dengan potensi sengketa yang memunculkan tantangan tersendiri.
Sikap konstitusional dan bijaksana yang bisa dilakukan ketika ada sengketa pemilu adalah mengajukan gugatan sengketa Pemilu ataupun Pilpres di Mahkamah Konsititusi (MK).
Diketahui, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah landasan hukum yang mengatur seluruh mekanisme pelaksanaan pemilu, termasuk penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi. Salah satu pasal yang penting untuk mengatasi pelanggaran pemilu adalah Pasal 286.
Pasal 286 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tentang pelanggaran pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pelanggaran jenis ini merupakan bentuk yang paling serius dalam konteks pemilu, karena tidak hanya melibatkan tindakan individu, tetapi juga mencakup aspek yang lebih luas, seperti organisasi atau sistem yang terorganisir dengan baik.
Apa saja yang dimaksud dengan pelanggaran pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif berdasarkan Pasal 286 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, simak penjelasan singkat ini.
Baca Juga: CDC Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Wabah E.Coli dari Keju Susu Mentah
Pelanggaran pemilu terstruktur merujuk pada tindakan yang direncanakan dan diorganisir dengan baik oleh pihak-pihak tertentu untuk memanipulasi atau mengganggu proses pemilu. Hal ini dapat mencakup upaya-upaya untuk mempengaruhi pemilih, manipulasi data, atau pelanggaran terhadap regulasi yang mengatur pemilu.
Contohnya, penyebaran berita bohong secara sistematis oleh suatu kelompok untuk mempengaruhi opini publik.