Dalam konteks politik Indonesia, agama sering dijadikan instrumen legitimasi kekuasaan. Penggunaan simbol keagamaan dalam kampanye, retorika moral dalam pidato, hingga pencitraan religius dalam media sosial, adalah bagian dari strategi untuk membangun citra positif di mata publik. Padahal, dalam banyak kasus, hal ini tidak mencerminkan komitmen nyata terhadap nilai-nilai etika.
Kecenderungan ini berbahaya karena dapat mereduksi agama menjadi sekadar alat politik dan mengabaikan perannya sebagai kekuatan etik yang membimbing tindakan manusia. Ketika agama direduksi menjadi ritual tanpa nilai, maka ia kehilangan potensinya sebagai sumber pencerahan moral dan sosial.
Menuju Religiusitas Substantif
Sudah saatnya Indonesia berani melakukan introspeksi. Religiusitas bukan sekadar persoalan berapa banyak doa yang dipanjatkan atau simbol keagamaan yang ditampilkan. Religiusitas harus menjadi fondasi bagi tata kelola pemerintahan yang bersih, adil, dan berorientasi pada kepentingan publik.
Pemerintah, elite politik, dan masyarakat sipil perlu mendorong pergeseran dari religiusitas simbolik ke religiusitas substantif. Ini berarti menempatkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan keberpihakan kepada yang lemah sebagai prinsip utama dalam setiap pengambilan keputusan. Agama tidak boleh hanya hadir dalam seremoni, tetapi juga dalam sikap, kebijakan, dan tindakan.
Ketika doa menjadi rutinitas kosong dan korupsi terus merajalela, maka yang kita hadapi bukanlah krisis agama, melainkan krisis moralitas publik. Indonesia tidak kekurangan agama; yang kurang adalah keteladanan. Dan selama religiusitas hanya dijadikan kosmetik politik, maka doa-doa yang dipanjatkan hanya akan bergema di langit-langit ruangan, bukan di nurani pemimpin negeri ini.***
Artikel Terkait
Danantara, Ambisi Besar Prabowo di Tengah Ancaman Korupsi dan Sengkarut Birokrasi
Memberantas Korupsi Sambil Korupsi, Saat Hukum Jadi Dagangan di Meja Kekuasaan
Membedah Komitmen Pemerintahan Prabowo Subianto dalam Perang Melawan Korupsi, antara Janji dan Realita
UU TNI dan Bahaya Delegitimasi Kekuasaan: Lampu Kuning untuk Pemerintahan Prabowo
Premanisme Berkedok THR, Ancaman bagi Industri dan Stabilitas Nasional
Reshuffle Kabinet dan Ujian Kredibilitas Pemerintahan Prabowo