HUKAMANEWS - Tiap jelang Lebaran, premanisme berkedok ormas selalu beraksi, memalak pengusaha atas nama Tunjangan Hari Raya (THR). Dengan ancaman menutup akses, menyegel pabrik, hingga merusak aset, mereka menekan dunia usaha tanpa takut hukum. Aparat terkesan abai, sementara pengusaha terpaksa tunduk demi kelangsungan bisnis. Ironisnya, kedekatan ormas dengan elite politik membuat mereka semakin berani, bahkan mencatut nama pejabat untuk menguatkan legitimasi pemerasan.
Pengamat hukum dan politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., dalam analisis politiknya berpendapat, jika dibiarkan, premanisme ini bukan sekadar ancaman bagi dunia usaha, tetapi juga stabilitas ekonomi nasional. Mantan Ketua Komisi III DPR ini menyerukan saatnya negara menunjukkan ketegasan. Jika hukum tak lagi menjadi panglima, maka Indonesia hanya akan menjadi surga bagi para bandit berseragam ormas. Berikut ini catatan lengkapnya.
***
MENJELANG hari raya, dunia usaha di Indonesia kembali dihantui oleh praktik pemalakan berkedok permintaan tunjangan hari raya (THR). Berbagai organisasi masyarakat (ormas) menggunakan cara-cara intimidatif seperti menutup akses perusahaan, merusak gerbang, hingga menyegel pabrik. Fenomena ini bukan hanya merugikan pengusaha, tetapi juga menciptakan ketidakpastian ekonomi dan menghambat investasi.
Berbagai kasus menunjukkan bagaimana ormas tertentu mengatasnamakan kepentingan sosial dan keamanan lingkungan untuk melakukan pemerasan terhadap pelaku industri. Sejumlah video viral memperlihatkan oknum yang secara terang-terangan meminta THR kepada perusahaan dengan ancaman menutup akses jalan atau merusak properti jika permintaan mereka tidak dipenuhi.
Di Bekasi, misalnya, seorang pria mengaku sebagai "jagoan" dari Cikiwul meminta THR dengan ancaman akan menutup jalan akses ke perusahaan. Di Depok, ormas bahkan mengklaim bahwa dana yang mereka minta akan digunakan untuk "social control" keamanan. Di Tangerang, surat permintaan THR dari ormas dengan kop surat resmi beredar luas. Bahkan di beberapa daerah, ormas-ormas ini bukan hanya meminta, tetapi juga menyegel pabrik dan menjarah aset jika tidak diberikan jatah yang diminta.
Yang lebih mengkhawatirkan, beberapa ormas memanfaatkan kedekatan dengan elite politik untuk melancarkan aksinya. Bahkan, nama tokoh tertentu kerap dicatut guna memperkuat legitimasi mereka dalam menekan pengusaha. Isu lain yang berkembang menyebutkan adanya upaya kelompok tertentu untuk memperluas pengaruhnya hingga ke Kalimantan Barat, namun menghadapi penolakan keras dari masyarakat Dayak. Jika dibiarkan, situasi ini berpotensi memicu konflik sosial yang dapat mengancam stabilitas ekonomi nasional.
Ancaman terhadap Dunia Usaha dan Investasi
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengungkapkan bahwa praktik pemerasan ini telah menyebabkan kerugian triliunan rupiah bagi dunia usaha. Selain biaya tambahan, operasional industri juga terganggu. Bahkan, di beberapa daerah seperti Kalimantan Tengah dan Riau, ormas yang tidak diberi THR menjarah hasil perkebunan kelapa sawit. Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, menyebut tindakan ini semakin meresahkan industri.
Praktik premanisme ormas tidak hanya merugikan pengusaha lokal, tetapi juga mengancam iklim investasi di Indonesia. Dalam laporan Bank Dunia tahun 2024, Indonesia mendapat skor rendah dalam indikator kemudahan berusaha, terutama pada aspek keamanan dan penegakan hukum. Premanisme yang merajalela semakin memperburuk citra Indonesia di mata investor asing.
Ketidaktegasan Aparat dan Lemahnya Hukum
Fenomena ini menyoroti lemahnya tindakan hukum terhadap ormas yang bertindak di luar batas. Meskipun aparat keamanan seharusnya berperan sebagai pelindung hukum dan ketertiban, nyatanya banyak pelaku industri yang mengeluhkan bahwa aparat justru sering kali tidak bertindak tegas. Dalam beberapa kasus, preman-preman ini bahkan berani melecehkan aparat dan melakukan tindakan anarkis seperti pembakaran properti perusahaan.
Artikel Terkait
Megawati dan Pembangkangan Politik
Danantara, antara Optimisme dan Bayang-Bayang Korupsi di Lingkaran Elite
Memberantas Korupsi Sambil Korupsi, Saat Hukum Jadi Dagangan di Meja Kekuasaan
Membedah Komitmen Pemerintahan Prabowo Subianto dalam Perang Melawan Korupsi, antara Janji dan Realita
UU TNI dan Bahaya Delegitimasi Kekuasaan: Lampu Kuning untuk Pemerintahan Prabowo