HUKAMANEWS - Proyek Danantara, yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto, menjadi sorotan publik. Ambisi Prabowo untuk mengkonsolidasikan aset tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Danantara diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Namun, di balik harapan besar tersebut, ancaman korupsi dan birokrasi yang berbelit-belit justru menjadi tantangan serius yang mengintai.
Pengamat hukum dan politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., dalam catatan analisis politiknya menegaskan bahwa jika tidak dikelola dengan baik, Danantara bukan hanya gagal menjadi solusi, tetapi justru bisa menjadi masalah besar bagi Indonesia di masa depan. Berikut ini catatan lengkapnya.
***
DAYA ANAGATA NUSANTARA (Danantara) digadang-gadang sebagai langkah strategis untuk menarik investasi asing dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Harapan besar terhadap Danantara tak lepas dari rencana Presiden Prabowo Subianto memberikan kewenangan mengelola aset negara senilai 900 miliar Dolar Amerika Serikat atau setara Rp14.666 triliun. Aset jumbo tersebut diharapkan akan menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam lima tahun ke depan.
Ray Dalio, miliarder dan investor ternama dari Amerika Serikat, mengingatkan Prabowo bahwa birokrasi yang tidak efisien dan korupsi yang merajalela di Indonesia menjadi hambatan utama. Dalio menyoroti bahwa kemudahan berbisnis, pembentukan modal, dan penegakan hukum adalah faktor krusial yang harus diperbaiki. Tanpa perbaikan di sektor-sektor ini, Danantara berisiko mengulangi kegagalan proyek-proyek besar sebelumnya yang justru menjadi ladang korupsi.
Baca Juga: Rumah Ridwan Kamil Digeledah KPK dengan Dugaan Korupsi Bank bjb, Begini Tanggapan Dedi Mulyadi
Seperti diketahui, pada waktu yang hampir bersamaan diluncurkannya Danantara pada 25 Februari 2023, dua BUMN tersengat kasus korupsi jumbo. MUlai dari megakorupsi PT Timah senilai Rp300 triliun, hingga praktik korupsi di PT Pertamina yang diduga merugikan negara Rp193,7 triliun.
Sejarah menunjukkan bahwa proyek-proyek besar di Indonesia sering kali menjadi sasaran empuk bagi praktik korupsi. Kasus-kasus seperti e-KTP dan Hambalang adalah bukti nyata bagaimana anggaran besar dan kompleksitas birokrasi menjadi celah bagi segelintir elit untuk memperkaya diri.
Jika Danantara tidak diawasi dengan ketat, bukan tidak mungkin proyek ini akan bernasib sama. Manipulasi tender, penggelembungan anggaran, dan konflik kepentingan adalah beberapa modus korupsi yang kerap terjadi dalam proyek-proyek besar.
Baca Juga: Lingkaran Survei Indonesia Sebut Tata Kelola Pemerintahan Masih Buruk
Birokrasi dan Korupsi
Birokrasi yang berbelit-belit dan korupsi yang sistemik telah lama menjadi momok bagi pembangunan Indonesia. Banyak industri asing yang memilih hengkang dari Indonesia dan beralih ke negara-negara seperti Thailand dan Vietnam karena masalah ini.
Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi raksasa ekonomi Asia. Tanpa perbaikan sistem birokrasi dan pemberantasan korupsi, potensi ini akan terus terbuang percuma.
Prabowo telah menunjukkan sikap tegas dalam memberantas korupsi. Namun, langkah ini tidak akan mudah. Para koruptor yang telah lama menghisap darah rakyat tidak akan tinggal diam. Mereka akan berusaha mengganggu stabilitas politik dan ekonomi untuk melindungi kepentingan mereka.
Artikel Terkait
Kebakaran Misterius di Gedung Kementerian ATR/BPN, Budaya Korupsi, dan Politik Sandera
Raja Kecil, ASN Nakal, dan Gaduhnya Efisiensi Anggaran
Korupsi dan Ironi Demokrasi, ketika Suara Rakyat Dijual di Pasar Gelap
Megawati dan Pembangkangan Politik
Danantara, antara Optimisme dan Bayang-Bayang Korupsi di Lingkaran Elite