Reshuffle Kabinet dan Ujian Kredibilitas Pemerintahan Prabowo

photo author
- Senin, 7 April 2025 | 08:04 WIB
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

HUKAMANEWS - Belum genap setahun memimpin, Prabowo Subianto sudah dihadapkan pada ujian besar: reshuffle Kabinet. Ini bukan sekadar bongkar pasang jabatan, tapi pertaruhan integritas dan arah kepemimpinan. Akankah Kabinet diisi oleh sosok-sosok profesional yang mumpuni, atau justru jadi panggung transaksional elite politik? Publik menanti dengan harap sekaligus curiga. 

Pengamat hukum dan politik Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., dalam tulisan analisis politiknya mengingatkan Prabowo untuk tidak tergelincir pada logika kekuasaan lama. Mantan Ketua Komisi III DPR ini menegaskan, kabinet bukan hadiah bagi loyalis, melainkan alat kerja untuk mewujudkan janji "Indonesia Maju". Jika salah langkah, reshuffle bisa menjadi awal krisis legitimasi, bukan solusi atas tantangan. Simak catatan lengkapnya. 

*** 

WACANA reshuffle Kabinet kembali mengemuka, hanya beberapa bulan setelah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi bekerja. Isu ini bukan sekadar pergantian menteri biasa, melainkan ujian bagi Prabowo dalam membuktikan komitmennya terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan bebas dari transaksional. 

Di tengah harapan publik yang tinggi dan warisan persoalan bangsa yang berat, Prabowo tidak boleh gegabah. Setiap nama yang masuk dalam Kabinetnya kelak harus melalui saringan ketat: kompetensi, integritas, dan kesetiaan pada agenda reformasi.  

Idealnya, reshuffle Kabinet bukan sekadar rotasi politik. Dalam sejarah politik Indonesia, reshuffle kerap menjadi alat untuk menyeimbangkan kekuataan koalisi atau sekadar memberi "hadiah" kepada partai pendukung. Namun, jika Prabowo terjebak dalam logika transaksional seperti ini, ia akan mengulangi kesalahan rezim-rezim sebelumnya. Kabinet adalah ujung tombak pemerintahan, bukan kumpulan pembagi kursi bagi elite partai.  

Contoh buruk bisa dilihat dari beberapa menteri di era pemerintahan sebelumnya yang dianggap sebagai "orang partai" ketimbang "orang kinerja". Akibatnya, sejumlah program terbengkalai karena menteri lebih sibuk mengurus agenda politiknya sendiri. 

Prabowo, yang kerap mengklaim diri sebagai pemimpin tegas, harus menghindari jebakan ini. Jika reshuffle hanya diisi dengan wajah-wah lama atau kader partai yang tidak memenuhi standar, maka janji perubahan dalam visi "Indonesia Maju" akan sulit diwujudkan.  

Kompetensi dan Integritas sebagai Harga Mati 

Prabowo perlu belajar dari kesalahan masa lalu. Menteri bukan sekadar simbol, melainkan eksekutor kebijakan. Ambil contoh Menteri Kesehatan di masa pandemi atau Menteri ESDM di tengah krisis energi. Posisi-posisi krusial seperti ini harus diisi oleh ahli yang kapabel, bukan politisi yang hanya mengandalkan kedekatan dengan kekuasaan.  

Selain kompetensi, integritas adalah harga mati. Publik masih trauma dengan kasus korupsi yang melibatkan sejumlah menteri, seperti Juliari Batubara (Menteri Sosial) atau Edhy Prabowo (Menteri Kelautan). Jika Prabowo memasukkan figur yang bermasalah atau berisiko korupsi, ia akan langsung kehilangan kepercayaan rakyat.  

Adalah fakta bahwa Prabowo memiliki koalisi besar, hampir mencakup seluruh partai di DPR. Di satu sisi, ini memberinya kekuatan politik, tetapi di sisi lain, ia akan menghadapi tekanan untuk membagi kursi kabinet. Jika ia menuruti semua tuntutan partai, kabinetnya bisa penuh dengan "utusan partai" yang tidak jelas kontribusinya.  

Prabowo harus berani mengatakan "tidak" jika partai mengajukan nama-nama yang tidak qualified. Ia bisa merujuk pada model SBY di periode kedua yang meski berkoalisi dengan banyak partai, tetap mempertahankan sejumlah menteri profesional. Atau, jika terpaksa memberi kursi ke partai, pastikan bahwa kader yang diajukan benar-benar memiliki rekam jejak yang baik.  

Nasionalisme Berwawasan Global 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X