Melirik ke luar negeri, kabinet Kanada di bawah PM Justin Trudeau pada 2015 sering dipuji sebagai salah satu kabinet terbaik di dunia karena diisi oleh figure-figur kompeten. Setiap kementerian dipimpin oleh tokoh yang ahli di bidangnya. Contohnya, Menteri Kesehatan adalah seorang dokter dengan pengalaman belasan tahun di Afrika, dan Menteri Transportasi adalah seorang astronaut.
Bandingkan dengan Indonesia, di mana jabatan menteri masih sering menjadi alat politik balas budi. Jika kabinet Prabowo-Gibran ingin sukses, mereka harus belajar dari pengalaman tersebut, dengan menempatkan orang-orang yang benar-benar kompeten dan tidak hanya memenuhi tuntutan politik.
Dinamika Politik Nasional di Tengah Geopolitik Global
Ambisi Presiden Prabowo di tengah situasi dan kondisi geopolitik global yang kian tidak menentu menjadi salah satu tantangan besar pemerintahan baru. Ketika ketegangan antar negara meningkat, perekonomian global pun terguncang, berdampak pada sektor-sektor vital di Indonesia, mulai lembaga keuangan, tekstil hingga manufaktur, dan masih banyak lagi kegiatan industri nasional merasakan dampak deflasi. Dalam situasi seperti ini, kabinet yang efektif harus memiliki arah kebijakan yang jelas dan cepat tanggap terhadap krisis.
Baca Juga: Hotman Paris Tolak Jadi Menteri di Kabinet Prabowo, Ini Alasan yang Bikin Heboh!
Kabinet yang besar berisiko terjebak dalam tarik ulur kepentingan. Dengan lebih banyak kementerian, keputusan yang harusnya bisa diambil cepat malah bisa terhambat. Belum lagi permasalahan klasik seperti korupsi dan kinerja yang tidak jujur kerap menggerogoti sistem birokrasi pemerintahan.
Di sisi lain, Gibran sebagai wakil presiden termuda dalam sejarah Indonesia, membawa energi dan perspektif baru ke dalam pemerintahan. Namanya dikenal karena gaya kepemimpinan praktis dan keberpihakan pada pembangunan daerah yang dia tunjukkan selama menjabat sebagai Wali Kota Solo. Kehadiran Gibran di kabinet diharapkan bisa membawa keseimbangan antara pemikiran pragmatis dan idealisme yang lebih segar, sesuatu yang sering hilang dalam dinamika politik nasional.
Namun, tantangan yang dihadapi Gibran tidaklah mudah. Sebagai bagian dari kabinet yang besar, ia harus mampu menjaga semangat kerja kolektif, menghindari konflik internal, dan tetap fokus pada visi besar yang dijanjikan mereka dalam kampanye. Banyak yang menantikan apakah Gibran mampu mengatasi kebiasaan lama dalam politik Indonesia yang sering kali lebih mementingkan status quo daripada inovasi dan perubahan nyata.
Bisakah Kabinet Prabowo menepati janjinya Mewujudkan Indonesia Maju?
Kabinet Prabowo-Gibran dihadapkan pada harapan besar dari masyarakat yang menginginkan perubahan nyata. Isu-isu seperti reformasi hukum, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan penyelesaian masalah-masalah ekonomi yang kompleks memerlukan kerja keras dan sinergi yang luar biasa.
Namun, pertanyaannya, apakah kabinet yang sangat besar ini bisa mewujudkan semua itu? Apakah Prabowo dan Gibran mampu fokus pada program-program prioritas tanpa terseret dalam kepentingan politik jangka pendek?
Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan bagaimana sejarah mencatat pemerintahan Prabowo-Gibran. Dengan tantangan yang begitu besar, pemerintahan ini harus membuktikan bahwa kabinet yang besar bukanlah sekadar kompromi politik, melainkan sebuah tim kerja yang efektif untuk mengubah wajah Indonesia. Jika tidak, kita mungkin hanya akan menyaksikan wajah lama Indonesia yang tetap jalan ditempat/stagnan, meskipun dengan figur-figur baru yang terlihat luar biasa di pemerintahan.
Artikel Terkait
Prabowo – Gibran, Ujian Kepemimpinan di Tengah Krisis Global, Perekonomian Lesu, dan Penegakan Hukum Rapuh
Deflasi Beruntun: Tantangan Awal Pemerintahan Prabowo Gibran, Meritokrasi Jadi Kunci Pemulihan
Mogok Hakim dan Krisis Keadilan: Elite Tak Peduli, Rakyat Jadi Korban
Menanti Zaken Kabinet ala Prabowo-Gibran, Melawan Korupsi Menjadi Misi Berat Pemerintahan Baru
Quo Vadis Etika Negara Demokrasi, Membaca Strategi Politik Nasdem dan PDIP di Kabinet Prabowo-Gibran