Pemerintah, alih-alih melindungi industri dalam negeri, justru terjebak dalam permainan pengusaha ekspedisi yang membawa masuk produk-produk asing dengan harga yang jauh lebih murah. Tanpa disadari, kebijakan ini menghancurkan industri lokal. Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan harus bertanggung jawab atas situasi ini, yang pada akhirnya membuat pemerintah sendiri menjadi pelaku yang secara tidak langsung membunuh usaha-usaha dalam negeri.
Patut diingat, faktor penentu maju mundurnya suatu lembaga/institusi Negara tergantung dari kinerja para pemangku jabatan di setiap level. Faktor-faktor yang mempengaruhi leafership kepemimpinan tidak lepas dengan berbagai faktor, di ataranya kekuatan/kekuasaan, integritas, kemampuan mengantisipasi, berani mendelegasikan tugas-tugas penting kepada bawahan yang jujur untuk menciptakan perubahan strategis yang perlu.
Kebiasaan untuk menciptakan masalah agar dapat peluang untuk memeras para pengusaha tidak bisa dilakukan jika ingin mewujudkan Negara Industri baru. Penegakkan hukum yang tegas, jujur dan profesional akan dapat mempercepat meningkatkan perekonomian nasional.
Solusi Kepemimpinan yang Berani dan Jujur
Di tengah kondisi krisis ini, solusi yang diperlukan bukan sekadar reformasi kebijakan, tetapi juga kepemimpinan yang tegas, jujur, dan berani. Pejabat strategis di pemerintahan harus diisi oleh orang-orang yang mampu menghadapi kartel dan mafia perdagangan yang seringkali menggunakan pengusaha ekspedisi sebagai tameng untuk meraup keuntungan. Sayangnya, kondisi saat ini justru memperlihatkan bahwa mereka yang duduk di jabatan penting lebih mengutamakan keuntungan pribadi, bahkan jika harus mengorbankan ekonomi nasional.
Pemerintahan yang akan datang, khususnya di bawah kepemimpinan Prabowo, tidak boleh menganggap remeh deflasi ini. Ancaman yang dihadapi lebih dari sekadar angka statistik. Para konglomerat Indonesia sudah mulai melarikan uang mereka ke luar negeri, dan jika situasi ini terus dibiarkan, Indonesia akan menghadapi krisis yang jauh lebih besar.
Mengutip kata-kata Ir. Soekarno, "Kita tidak bodoh, kita hanya dibodohi. Kita tidak miskin, kita hanya dimiskinkan oleh sebuah sistem."
Kata-kata ini masih sangat relevan dalam konteks krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini. Sistem yang salah, kebijakan yang tidak berpihak pada industri dalam negeri, dan kepemimpinan yang lemah telah menciptakan kondisi di mana rakyat menjadi korban utama.
Baca Juga: Bocoran Panas! 2 Kader PDIP Siap Gabung Kabinet Prabowo-Gibran?
Untuk keluar dari krisis ini, Indonesia membutuhkan perubahan mendasar dalam cara mengelola perekonomian. Kebijakan impor harus diperketat, industri lokal harus dilindungi, dan pejabat strategis harus diisi oleh orang-orang yang jujur dan berani menghadapi berbagai bentuk penyimpangan.
Hanya dengan cara ini, Indonesia bisa menghindari krisis yang lebih besar dan memastikan kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama.***
Artikel Terkait
Tan Malaka dan Kritik Abadi tentang Makna Kemerdekaan, Sebuah Tantangan untuk Pemerintahan Baru Prabowo-Gibran
Megawati Soekarnoputri, Antara Retorika Wong Cilik dan Realita Politik Elite
Kudeta Kepemimpinan di Tubuh Kadin: Menyibak Hubungan Gelap Penguasa dan Pengusaha
Ketika Jokowi Mendadak Muluskan Ekspor Pasir Laut di Ujung Jabatan, Dinamika Politik dan Dilema Prabowo
Partai Politik, Janji Kosong, dan Kedaulatan Rakyat yang Dikorbankan
Prabowo – Gibran, Ujian Kepemimpinan di Tengah Krisis Global, Perekonomian Lesu, dan Penegakan Hukum Rapuh