Kooptasi terhadap demokrasi adalah ancaman terbesar bagi kedaulatan rakyat. Partai politik besar menciptakan sistem yang mengisolasi rakyat dari proses pengambilan keputusan politik. Pemilu dan pilkada dipenuhi oleh politik uang, kampanye hitam, serta manipulasi media, yang semakin menjauhkan rakyat dari kontrol atas masa depan mereka sendiri.
Dalam situasi seperti ini, rakyat bukan lagi subjek yang diuntungkan oleh kebijakan, melainkan objek yang dikorbankan demi ambisi kekuasaan.
Elitisme, Dinasti Politik, dan Korupsi Struktural
Elitisme dan dinasti politik di tubuh partai-partai besar menjadi masalah mendasar dalam sistem politik Indonesia. Banyak pemimpin partai berasal dari kalangan elit yang memiliki hubungan erat dengan lingkaran kekuasaan, baik melalui hubungan keluarga maupun koneksi dengan pengusaha besar. Hal ini menutup ruang bagi kepemimpinan baru yang segar dan kompeten.
Fenomena dinasti politik memperparah keadaan. Politisi yang memiliki hubungan kekerabatan dengan elit partai sering kali mendapatkan posisi strategis, bukan berdasarkan kompetensi, tetapi karena kedekatan mereka dengan pusat kekuasaan. Akibatnya, kualitas kepemimpinan menurun, yang pada gilirannya berdampak pada kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.
Di sisi lain, korupsi juga menjadi penyakit kronis yang menggerogoti banyak partai politik di Indonesia. Pendanaan partai sering kali berasal dari sumber-sumber tidak jelas atau ilegal, yang memaksa politisi untuk "mengembalikan" modal setelah berkuasa. Korupsi menjadi solusi instan untuk mempertahankan kelangsungan partai, dengan mengorbankan kepentingan rakyat.
Baca Juga: Fikih Transisi Energi Berkeadilan, Komitmen Muhammadiyah untuk Umat dan Keberlanjutan Bumi
Reformasi Partai Politik
Keterlibatan partai politik dalam pragmatisme politik telah menciptakan atmosfer politik yang jauh dari idealisme yang mereka gembar-gemborkan. Keputusan-keputusan politik lebih sering didasarkan pada kepentingan sempit elit partai daripada kebutuhan rakyat.
Untuk mengembalikan fungsi partai politik sebagai alat perjuangan rakyat, reformasi mendasar diperlukan. Partai politik harus introspeksi dan kembali ke jati diri mereka, memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan elit atau oligarki. Transparansi dalam pendanaan dan pengelolaan partai politik harus menjadi prioritas utama. Pendidikan politik bagi masyarakat perlu diperkuat agar rakyat bisa lebih kritis dalam memilih pemimpin mereka.
Di masa depan, hanya dengan reformasi yang sungguh-sungguh, partai politik dapat kembali menjadi penggerak demokrasi yang sesungguhnya, bukan biang keladi dari krisis politik yang terus berulang.
Rakyat Indonesia berhak mendapatkan partai politik yang benar-benar mewakili dan memperjuangkan mereka, bukan yang justru menghancurkan kedaulatan yang seharusnya mereka miliki.***
Artikel Terkait
Kesederhanaan Sri Paus vs Hedonisme dan Perilaku Korup Pejabat Indonesia
Prabowo, 40 Hari Jelang Pelantikan: Menanti Kepemimpinan di Tengah Geopolitik Dunia yang Kian Mencekam
Tan Malaka dan Kritik Abadi tentang Makna Kemerdekaan, Sebuah Tantangan untuk Pemerintahan Baru Prabowo-Gibran
Megawati Soekarnoputri, Antara Retorika Wong Cilik dan Realita Politik Elite
Kudeta Kepemimpinan di Tubuh Kadin: Menyibak Hubungan Gelap Penguasa dan Pengusaha
Ketika Jokowi Mendadak Muluskan Ekspor Pasir Laut di Ujung Jabatan, Dinamika Politik dan Dilema Prabowo