Akhir kata, kembali penulis menggarisbawahi bahwa kemerdekaan bukanlah soal pergantian pemimpin atau partai, melainkan soal keadilan sosial dan kesejahteraan yang dirasakan oleh seluruh rakyat. Perjuangan menuju kemerdekaan sejati adalah perjuangan untuk memutus siklus kekuasaan yang hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Bangsa ini harus berani menafsirkan ulang apa arti kemerdekaan bagi rakyatnya. Jika tidak, peringatan Tan Malaka akan terus relevan: kita tidak pernah benar-benar merdeka, dan akan terus terjebak dalam kemerdekaan yang salah arah, di mana yang menikmati hanyalah mereka yang ada di puncak kekuasaan.
Masa transisi ini bukan sekadar perpindahan kekuasaan, melainkan juga momen krusial untuk merefleksikan ulang makna kemerdekaan Indonesia. Bangsa ini masih memiliki jalan panjang untuk benar-benar merdeka, bukan hanya dari penjajahan fisik, tetapi juga dari belenggu elite yang menguasai.
Pertanyaannya kini, apakah pemerintahan baru Prabowo - Gibran akan membawa perubahan yang ditunggu-tunggu, ataukah kemerdekaan akan tetap menjadi milik mereka yang berada di puncak kekuasaan?***
Artikel Terkait
Gaduh Aturan Pilkada 2024: Mengurai Benang Kusut Putusan MK dan DPR
Jerat Politik Kekuasaan: Oligarki, Korupsi, dan Mimpi Keadilan yang Sirna
Pilkada Serentak 2024: Jangan Jadikan Rakyat Tumbal Demokrasi
Pilkada 2024: Mimpi Indonesia Maju di Tengah Ironi Penegakan Hukum
Kesederhanaan Sri Paus vs Hedonisme dan Perilaku Korup Pejabat Indonesia
Prabowo, 40 Hari Jelang Pelantikan: Menanti Kepemimpinan di Tengah Geopolitik Dunia yang Kian Mencekam