Fenomena ini mencerminkan betapa masih kuatnya budaya patronase dan politik balas budi.
Kemerdekaan menjadi alat tawar menawar bagi mereka yang ingin mendapatkan kekuasaan, bukan sebagai hak rakyat yang harus diperjuangkan dan dipertahankan. Siapa yang paling keras menjilat, dia yang akan menduduki posisi penting. Ini adalah bukti nyata dari sistem yang masih dikendalikan oleh segelintir elite yang mempertahankan kekuasaan dengan segala cara.
Benarkah Rakyat Tidak Siap Memiliki Pemimpin Sekaliber Jokowi?
Dalam diskursus politik akhir-akhir ini, muncul pernyataan bahwa sebagian rakyat, termasuk budayawan, politisi, dan pengusaha, mungkin belum siap memiliki pemimpin sekaliber Jokowi. Namun, pertanyaan ini patut dipertanyakan. Benarkah demikian?
Jokowi, dengan segala kontroversi dan kebijakannya, telah menunjukkan gaya kepemimpinan yang berani dan sering kali di luar kebiasaan para elite politik tradisional. Ia datang dari latar belakang non-elite, mengusung harapan perubahan, dan menjadi simbol bahwa rakyat bisa memimpin. Namun, di saat yang sama, sistem yang ia warisi—penuh dengan oligarki dan kepentingan politik—masih menjadi batu sandungan besar bagi terwujudnya cita-cita kemerdekaan rakyat.
Mungkin, bukan rakyat yang belum siap memiliki pemimpin seperti Jokowi, melainkan sistem yang masih enggan berubah. Sistem yang masih dikuasai oleh mereka yang menjaga kepentingan pribadi di atas kepentingan bangsa. Ketika rakyat menuntut perubahan dan kemerdekaan sejati, sering kali tuntutan ini terhalang oleh tembok kekuasaan yang dibangun oleh para elite.
Tantangan Kepemimpinan Prabowo
Kini, ketika Prabowo bersiap mengambil alih kepemimpinan, tantangan yang dihadapi pun tidak sederhana. Prabowo tidak hanya harus memimpin negara yang sedang berada di persimpangan geopolitik global yang kian bergejolak, tetapi juga harus menghadapi kenyataan bahwa sistem politik dan ekonomi yang dikuasai elite masih belum berubah secara fundamental.
Relevansi kalimat Tan Malaka bahwa "kemerdekaan hanyalah milik kaum elite" masih bergema kuat, dan akan menjadi tugas berat bagi Prabowo untuk membuktikan bahwa masa kepemimpinannya dapat membawa kemerdekaan sejati bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jika tidak, seperti yang diperingatkan oleh Tan Malaka, "apabila kalian tidak memperbaikinya, sampai kapanpun bangsa ini tidak akan pernah merdeka."
Prabowo harus berani memotong tali kekuasaan yang selama ini mengikat erat antara penguasa dan elite, dan memastikan bahwa kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata benar-benar dirasakan oleh rakyat, bukan hanya oleh segelintir elite yang selama ini menikmati hasilnya.
Artikel Terkait
Gaduh Aturan Pilkada 2024: Mengurai Benang Kusut Putusan MK dan DPR
Jerat Politik Kekuasaan: Oligarki, Korupsi, dan Mimpi Keadilan yang Sirna
Pilkada Serentak 2024: Jangan Jadikan Rakyat Tumbal Demokrasi
Pilkada 2024: Mimpi Indonesia Maju di Tengah Ironi Penegakan Hukum
Kesederhanaan Sri Paus vs Hedonisme dan Perilaku Korup Pejabat Indonesia
Prabowo, 40 Hari Jelang Pelantikan: Menanti Kepemimpinan di Tengah Geopolitik Dunia yang Kian Mencekam