Lebih dari dua dekade reformasi berjalan, harapan untuk melihat Indonesia bersih dari korupsi masih jauh dari kenyataan. Praktik korupsi makin meluas dan merusak seluruh sektor pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Semua pemangku kekuasaan tidak memiliki komitmen untuk mengimplementasikan TAP MPR No VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme. Begitu juga dalam konsideran UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 memberikan pesan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan secara luar biasa, (penekanannya pada hukum acara).
Kurangnya komitmen politik dalam memberantas korupsi merupakan salah satu faktor utama yang menghambat kemajuan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Para pemangku kekuasaan seringkali lebih memprioritaskan kepentingan kelompok atau golongan tertentu daripada kepentingan negara secara keseluruhan. Akibatnya, upaya pemberantasan korupsi seringkali hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh akar permasalahan.
Contoh konkret dari kurangnya komitmen politik dapat dilihat pada kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi negara. Seringkali, proses hukum berjalan lambat atau bahkan dihentikan karena adanya tekanan politik. Hal ini menciptakan impunitas bagi para koruptor dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Hal ini sejalan dengan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia yang setiap tahunnya tidak mengalami perubahan signifikan. Publikasi Transperancy Internasional mengenai indeks korupsi, Indonesia selalu muncul sebagai Negara yang korup, bahkan beberapa kali Indonesia dinobatkan sebagai Negara terkorup di Asia Tenggara.
Salah satu problem terbesar KPK adalah lemahnya sistem pencegahan korupsi yang seharusnya menjadi fokus utama. Hingga saat ini, KPK lebih condong pada penindakan, padahal pencegahan korupsi adalah langkah strategis yang jauh lebih efektif.
Dalam ketentuan padal 5 Konvensi PBB Tahun 2003, menyatakan bahwa setiap negara wajib berusaha keras membangun dan meningkatkan praktik-praktik yang efektif yang ditujukan pada pencegahan korupsi yang diwujudkan melalui kebijakan anti korupsi yang terkoordinasi secara efektif, meningkatkan peran masyarakat, serta mencerminkan prinsip-prinsip supremasi hukum, transparansi, dan akuntabilitas.
Jika negara benar-benar serius dalam memberantas korupsi, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi. Jangan biarkan lembaga ini terus-menerus dililit oleh berbagai masalah internal dan eksternal.
Saatnya negara menunjukkan komitmen yang nyata dalam pengelolaan KPK, dengan transparansi, integritas, dan akuntabilitas. Lingkaran setan ini harus diakhiri, Negara harus serius dan itu harus dimulai sekarang.***
Artikel Terkait
KPK Tak Berdaya, Pejabat Tak Becus Bekerja, Ada Apa dengan Indonesia?
Mengurai Benang Kusut Korupsi di Indonesia, Akar Permasalahan dan Lemahnya Senjata Negara
Ketika Jokowi Berjuang Sendiri Melawan Kekuatan Politik yang Melemahkan KPK
Refleksi 79 Tahun Kemerdekaan, Jalan Menuju Indonesia Maju, Bangkit, dan Mandiri
Pejabat Korup: Parasit Penghisap Darah Rakyat, Ancaman Nyata Bagi Bangsa