HUKAMANEWS - Korupsi telah menjadi momok yang merusak berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai kasus korupsi yang terungkap ke publik hanya mempertegas bahwa penyakit ini sudah menjalar ke berbagai level pemerintahan, dari pusat hingga daerah.
Di sisi lain, KPK yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam perang melawan korupsi, justru kerap kali menjadi sasaran serangan. Intervensi politik, lemahnya sistem pengawasan internal, dan rendahnya efektivitas penindakan telah menghambat kinerja lembaga ini. Anggaran yang besar tidak sebanding dengan hasil yang dicapai. Kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi negara seringkali berakhir tanpa hukuman yang setimpal, menciptakan impunitas yang semakin menguat.
Pertanyaannya, sejauh mana keseriusan negara dalam memberantas korupsi?
Terkait hal tersebut, pengamat hukum dan politik Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., mempunyai pandangan menarik yang dirangkainya dalam analisis politik berikut ini.
***
KORUPSI masih menjadi salah satu masalah terbesar yang menggerogoti sendi-sendi pemerintahan di Indonesia. Di tengah maraknya praktik korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk dengan harapan besar sebagai lembaga ‘superbody’ yang mampu memberantas korupsi hingga ke akarnya. Namun, realitas yang terjadi justru sebaliknya.
Meski KPK mengelola anggaran besar, sekitar Rp 1,3 triliun pada 2023, penerimaan negara dari hasil penanganan korupsi justru terbilang rendah, hanya mencapai Rp398,71 miliar. Angka ini memicu pertanyaan besar: Apakah anggaran besar ini sebanding dengan kinerja yang dihasilkan?
KPK boleh berdalih terjadi pelemahan dari internal dan eksternal sehingga menyebabkan kinerja lembaganya melemah, tapi tidak bisa menjadi alasan di tengah harapan sekaligus tuntutan masyakarat agar kinerja KPK memiliki kontribusi positip terhadap pembangunan ekonomi nasional.
Baca Juga: Isu 'Kudeta Halus' di Partai Golkar: Airlangga Mundur, Benarkah Jokowi akan Ambil Alih?
Kasus-kasus internal KPK, seperti gratifikasi, suap, hingga pemerasan yang dilakukan oknum pimpinan KPK harusnya tidak terjadi bila seleksi pimpinan KPK benar-benar dilakukan secara jujur dan transparan. Sudah bukan rahasia lagi bila ada campur tangan kekuatan besar yang ikut campur tangan dalam pemilihan pimpinan KPK, termasuk dewan pengawasnya.
Pertanyaannya, sampai kapan lingkaran setan ini berakhir? Bila negara benar-benar serius ingin memberantas korupsi, mulailah dengan memberi contoh yang baik dalam pengelolaan lembaga KPK ini.
Membuka kembali lembaran sejarah berdirinya KPK, lembaga antirasuah ini dibentuk dengan tujuan mulia: memberantas korupsi yang telah merusak berbagai sektor di Indonesia. Lembaga ini diharapkan menjadi "superbody" yang mampu menutupi kekurangan lembaga penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Baca Juga: Terbongkar! Skandal Video Viral Audrey Davis, Pelaku Jual Konten Nakal Lewat Telegram!
Namun, perjalanan KPK tidak pernah mulus. Berbagai ujian, baik dari dalam maupun luar, terus menggerogoti performa lembaga antirasuah ini. Dalih adanya pelemahan internal dan eksternal mungkin bisa dimaklumi, tetapi di tengah harapan masyarakat yang tinggi, ini tidak dapat dijadikan alasan.
Artikel Terkait
KPK Tak Berdaya, Pejabat Tak Becus Bekerja, Ada Apa dengan Indonesia?
Mengurai Benang Kusut Korupsi di Indonesia, Akar Permasalahan dan Lemahnya Senjata Negara
Ketika Jokowi Berjuang Sendiri Melawan Kekuatan Politik yang Melemahkan KPK
Refleksi 79 Tahun Kemerdekaan, Jalan Menuju Indonesia Maju, Bangkit, dan Mandiri
Pejabat Korup: Parasit Penghisap Darah Rakyat, Ancaman Nyata Bagi Bangsa