Skandal Elite Korup dan Kutukan Rakyat Jelata, Sebuah Refleksi

photo author
- Sabtu, 1 Juni 2024 | 15:51 WIB
Ilustrasi Skandal elite korup dan kutukan rakyat jelata.
Ilustrasi Skandal elite korup dan kutukan rakyat jelata.

Pertanyaannya, mengapa korupsi seolah menjadi budaya yang telah mengakar kuat di kalangan elite pejabat, politisi, dan bahkan penegak hukum?

Di balik gembar-gembor janji para elite politik tentang kesejahteraan, rakyat jelata menjerit dalam nestapa. Mimpi tentang akses kesehatan memadai, pendidikan murah dan berkualitas, hingga lapangan kerja layak, masih jauh dari jangkauan.

Janji-janji manis tentang keadilan sosial dan pemerataan hanyalah dusta semata. Para pejabat, alih-alih melayani rakyat, justru sibuk memperkaya diri dengan cara korupsi dan manipulasi. Mereka menggerogoti anggaran negara yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat.

Baca Juga: Jejak Karir Andika Perkasa yang Merapat ke PDIP, dari Militer Sampai Terjun Politik

Jabatan dibagikan bak kue lezat, hanya untuk memuaskan nafsu politik dan memperkaya diri sendiri. Di sisi lain, hak-hak rakyat diinjak-injak, dan suara mereka dibungkam.

Elite politik, bagaikan penyihir ulung, melantunkan mantra kemakmuran dan pemerataan. Di setiap sudut, mereka mendengungkan visi kesejahteraan, kesehatan mudah diakses, dan keadilan sosial untuk semua. Namun, di balik gembar-gembor janji, terbentang realitas yang kelam. Bertahun-tahun berlalu, dari rezim ke rezim, janji-janji hanyalah angin lalu. Cerita rakyat miskin dan terpinggirkan masih terus bergema. Rakyat jelata menjerit dalam nestapa

Jutaan jiwa masih terjerat dalam belenggu kemiskinan, berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mimpi tentang akses kesehatan memadai, pendidikan murah dan berkualitas, hingga lapangan kerja layak masih jauh dari jangkauan. Keadilan sosial bagaikan fatamorgana, tak kunjung terwujud.

Baca Juga: Plot Twist Sidang PHPU: Petugas PPS Akui Terima Uang untuk Gelembungkan Suara PAN, Terima Rp100 Ribu per Suara

Tanggung jawab sosial yang digaungkan para elite bagaikan angin semilir yang tak mampu membangkitkan perubahan. Kata-kata mereka tentang pengabdian kepada rakyat hanyalah dusta semata.

Di mana keadilan sosial yang dijanjikan? Di mana peningkatan taraf hidup yang didengungkan? Di mana kesejahteraan rakyat yang diimpikan?

Pancasila dan Konstitusi, yang seharusnya menjadi pedoman bangsa, hanya jadi hiasan dinding yang berdebu dan kian kusam dimakan waktu. Dihafal dan dibacakan, namun tak pernah diimplementasikan dalam kehidupan nyata.

Baca Juga: Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Dituntut 11 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi LNG, Ini Kronologinya

Suara rakyat jelata bagaikan bisikan angin yang tak dihiraukan. Rakyat sudah muak dengan sistem yang bobrok dan pemimpin yang tak becus. Kerinduan akan perubahan nyata menggelegar di dada. Rakyat tak butuh janji-janji kosong, mereka butuh bukti nyata.

Seruan untuk bangkit dan bersatu

Tulisan ini adalah seruan untuk bangkit dan bersatu. Mari kita hentikan budaya janji-janji kosong dan mulai fokus pada tindakan nyata. Negeri ini perlu membangun sistem yang adil dan transparan, di mana rakyat memiliki suara dan haknya dihormati.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X