Jokowi dan PDIP, khususnya Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, adalah dua kekuatan politik yang cukup berpengaruh saat ini. Sebelum hubungan mereka renggang, banyak baliho PDIP yang menampilkan sosok Bung Karno, Megawati dan Jokowi. Kini yang banyak terlihat justru baliho Jokowi dan Prabowo.
Jokowi merupakan sosok kunci di balik kemenangan PDIP setelah gagal pada Pemilu 2004 dan 2009. PDIP berhasil dua kali menjadi partai pemenang pemilu 2014 dan 2019 karena memperoleh coattail effect dari popularitas Jokowi.
Baca Juga: Anies Ngaku Terkejut Jokowi Ikut Mengomentari Debat Capres, Lalu Bilang Begini
Menarik ingatan ke belakang, pada Pemilu multi partai tahun 1999, PDIP berhasil menjadi partai pemenang dengan 33,7% suara. Sayangnya meski tampil sebagai pemenang pemilu, Megawati gagal menjadi presiden setelah kalah voting melawan Gus Dur.
Status PDIP sebagai pemenang pemilu juga tak berlangsung lama. Pada Pemilu 2004, suara PDIP turun cukup signifikan. PDIP hanya memperoleh suara sebanyak 18,9%. Tren ini berlanjut pada Pemilu 2009 yang mana PDIP hanya mendulang 14% suara.
Beruntung pada 2014, situasinya agak berbalik. Sosok Joko Widodo berhasil meningkatkan elektabilitas partai. Jokowi effect mengantarkan kembali PDIP sebagai partai mayoritas dengan suara 18,9% suara. Kinerja positif tersebut berhasil mengantarkan Jokowi sebagai Presiden RI.
Baca Juga: Siap-siap! Sehari Lagi Seleksi Petugas Haji Arab Saudi Dibuka, Kemenang: Usia 55 Tahun Bisa Daftar
Tren positif perolehan suara berlanjut pada Pemilu 2019. PDIP memperoleh 19,3% suara dan mengantarkan Jokowi untuk kali kedua menjabat sebagai presiden.
Namun setelah polemik Piala Dunia U-20 hingga proses Pilpres 2024 yang ditandai dengan majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto, hubungan keduanya renggang.
Alih-alih mempertemukan dua kekuatan politik tersebut, para politikus PDIP, termasuk Megawati juga berulang kali mengkritik pemerintahan Jokowi. Mega, misalnya, dalam pidatonya yang berapi-api sebulan lalu menyebut penguasa saat ini seperti orde baru.
Baca Juga: Marak Judi Online Terpasang di Akun X, Menkominfo Budi Arie Setiadi Langsung Beri Peringatan Keras
Tak kalah menohok, dalam sambutannya di HUT ke-51 PDIP 10 Januari 2024, Megawati mengungkapkan bahwa usia partainya yang lebih dari lima dasawarsa bukan karena jasa siapa pun. Bukan pula jasa presiden.
Imbas dari kabar keretakan hubungan PDIP dan Jokowi itu langsung dirasakan oleh pasangan capres dan cawapres nomor 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. Setidaknya, dalam beberapa catatan lembaga survei, elektabilitas mereka tercatat melorot.
Lembaga survei Indikator Politik, CSIS, dan Litbang Kompas, misalnya, mengonfirmasi adanya ‘migrasi’ pemilh dari sebelumnya memilih Ganjar ke kubu Prabowo-Gibran. Pola ini tidak bisa lepas dari legitimasi, soal siapa penerus Jokowi.
Artikel Terkait
Melihat Dinamika Politik jelang Pilpres 2024: Gibran, Jokowi Effect, dan Isu Keretakan Elite PDI Perjuangan
Gen Z, Pilpres 2024, dan Politik yang Berkeadaban
Pilpres 2024, Politik Kotor, dan Upaya Pemakzulan Presiden Jokowi
Hasil 5 Survei Elektabilitas Capres Cawapres Terbaru: Prabowo-Gibran Tak Terkejar, Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud Saling Susul, Pilpres 2 Putaran?
Prabowo Subianto Menjemput Kemenangan Pilpres 2024
Djarot Bongkar Alasan Jokowi Tak Hadiri HUT PDI Perjuangan, Ada Hubungannya dengan Gibran?