Penuh Haru! Hasto Kutip Bung Karno dan Kudatuli Saat Bacakan Pledoi, Hakim dan Pengunjung Terdiam

photo author
- Kamis, 10 Juli 2025 | 20:00 WIB
Pledoi emosional Hasto Kristiyanto ungkap sejarah PDIP, kutip Bung Karno hingga kenang tragedi Kudatuli yang mengguncang. (HukamaNews.com / Net)
Pledoi emosional Hasto Kristiyanto ungkap sejarah PDIP, kutip Bung Karno hingga kenang tragedi Kudatuli yang mengguncang. (HukamaNews.com / Net)

HUKAMANEWS - Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, tak kuasa menahan air mata saat membacakan pledoi di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Kamis (10/7/2025).

Ruang sidang tiba-tiba sunyi ketika Hasto mulai membacakan nota pembelaan terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menimpanya.

Tak hanya berisi pembelaan hukum, pledoi Hasto juga memuat narasi sejarah dan ideologi partainya yang kental, membawa nuansa emosional dalam sidang yang biasanya berlangsung tegang.

Pledoi tersebut menjadi momen reflektif, bukan hanya bagi dirinya sebagai terdakwa, tetapi juga bagi publik yang mengikuti dinamika politik nasional.

Baca Juga: Mantan Bos Taspen Dipanggil KPK, Investasi Fiktif Diduga Rugikan Negara Rp1 Triliun! Siapa Lagi yang Terlibat?

Melalui pledoinya, Hasto mencoba membingkai kasus hukum yang dihadapinya dalam konteks perjuangan politik yang panjang, terutama peran PDIP dalam sejarah demokrasi Indonesia.

Ia menegaskan bahwa perjuangan yang ia jalani saat ini merupakan bagian dari semangat reformasi dan nilai-nilai yang diwariskan oleh Bung Karno dan diteruskan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Tangis pertama Hasto pecah saat ia mengutip pesan Presiden Soekarno tentang semangat revolusi yang belum selesai.

Dalam suara yang bergetar, ia menyampaikan bahwa Megawati pernah menyatakan lantang pada tahun 1993: “Bendera sudah saya kibarkan, pantang untuk diturunkan.”

Baca Juga: Bikin Geger Sidang! Pledoi Hasto Ditulis Tangan dari Rutan, Tim Hukumnya Tambah 3.550 Halaman Lagi

Kalimat itu menurutnya menjadi penyulut api semangat yang terus menyala di tubuh partai hingga hari ini.

Tangisan kedua pecah saat Hasto menyinggung peristiwa Kudatuli, penyerangan terhadap kantor PDI pada 27 Juli 1996, yang menurutnya menjadi titik balik bagi perjuangan demokrasi yang dipelopori PDIP.

Ia menyebut partainya tetap menjadi cahaya harapan rakyat tertindas, bahkan ketika rezim otoriter mencoba membungkamnya.

“Apapun risikonya, partai terus memimpin pergerakan rakyat,” ujar Hasto sembari menahan isak.

Ia menegaskan bahwa PDIP digerakkan oleh ide dan cita-cita kemerdekaan untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Jiebon

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X