HUKAMANEWS GreenFaith — Di tengah meningkatnya ancaman krisis iklim global, secercah harapan justru datang dari tepian hutan Kalimantan. GreenFaith Indonesia melakukan kunjungan silaturahmi ke Institut Dayakologi, lembaga penelitian dan advokasi masyarakat adat Dayak yang berdiri sejak 1990.
Pertemuan yang digelar di kantor Institut Dayakologi, Pontianak, Kalimantan Barat, pada Senin, 13 Oktober 2025, ini menjadi bagian dari inisiatif kolaboratif menuju Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP) di Belem, Brasil, pada 10–21 November 2025 mendatang. Tujuannya untuk membangun posisi bersama antara masyarakat adat dan komunitas lintas iman dalam memperjuangkan isu hutan dan keadilan iklim.
Suasana pertemuan berlangsung hangat dan penuh keakraban. Di balik percakapan sederhana, tersimpan kesadaran mendalam bahwa perjuangan menyelamatkan bumi tak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus berpijak pada nilai iman dan kearifan lokal masyarakat adat.
Baca Juga: Satu Tahun Prabowo–Gibran: Antara Janji, Diplomasi, dan Cermin Realitas Rakyat
Menyatukan Iman dan Alam
Hening Parlan, Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia, menegaskan bahwa kolaborasi ini bukan sekadar seremoni, melainkan langkah nyata membangun jembatan antara gerakan lintas iman dan masyarakat adat.
“GreenFaith tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai lembaga agama, melainkan lembaga religius. Artinya, kami merangkul semua, termasuk komunitas kepercayaan dan masyarakat adat. Karena berbicara tentang iman dan hutan, keduanya tak terpisahkan dari kehidupan,” ujar Hening.
GreenFaith Indonesia merupakan bagian dari GreenFaith Internasional yang berpusat di New York, Amerika Serikat. Adapun GreenFaith Indonesia mengoordinasikan gerakan di tiga negara — Jepang, Korea, dan Indonesia — untuk mengembangkan program berbasis faith and ecology.
“Kami ingin memastikan benar-benar bekerja bersama masyarakat adat, bukan hanya lembaga keagamaan formal. Karena merekalah penjaga hutan yang sesungguhnya,” tambahnya.
Selain fokus pada isu kehutanan, GreenFaith Indonesia juga aktif mendorong transisi energi berkeadilan.
“Bulan depan kami akan membangun solar panel di salah satu gereja di Tarakan, Kalimantan Utara, dengan dana persepuluhan jemaat. Ini simbol bahwa energi bersih bisa lahir dari nilai spiritualitas,” jelas Hening.
Kearifan Dayak dan Makna Keseimbangan