Suara Perempuan dari Pesantren untuk Keadilan Iklim

photo author
- Rabu, 6 Agustus 2025 | 20:24 WIB
Siti Barokah, pengurus Pondok Pesantren Misykat Al Anwar, saat hadir sebagai pembicara di acara Green Youth Quake
Siti Barokah, pengurus Pondok Pesantren Misykat Al Anwar, saat hadir sebagai pembicara di acara Green Youth Quake

“Perampasan dilegalkan, sementara perlawanan dimonsterisasi,” tegasnya.

Sebagai jalan alternatif, Siti mengajak untuk belajar dari masyarakat adat seperti Baduy, Suku Kajang, dan Samin, yang mempraktikkan prinsip hidup selaras dengan alam.

“Bagi mereka, alam bukan milik pribadi, tapi milik bersama. Ini jauh dari logika konsumsi yang mendewakan kepemilikan,” katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa kerusakan sering terjadi di tempat-tempat yang jauh dari kehidupan kita sehari-hari, namun tetap terkait dengan gaya hidup dan kebutuhan konsumsi kita.

“Kita senang belanja murah, tapi lupa bahwa produk itu mungkin berasal dari tempat yang sedang dihancurkan,” ucapnya.

Islam dan Etika Ekofeminisme

Dalam Islam, nilai rahman dan rahim—kasih sayang dan perawatan—menjadi dasar penting untuk menjaga bumi. Konsep khalifah fil ardh (pemimpin di bumi) bukan berarti penguasa absolut, melainkan penjaga yang bertanggung jawab.

Siti mengutip sabda Nabi Muhammad, “Jika kiamat datang, dan di tanganmu ada biji, maka tanamlah.”

Nilai-nilai tersebut, menurutnya, sejalan dengan prinsip ekofeminisme, yang menekankan relasi setara, kasih sayang, dan perawatan terhadap sesama makhluk dan alam semesta.

Sebagai penutup, Siti menekankan pentingnya keberpihakan dalam dunia pendidikan. Ia mengajak mahasiswa dan akademisi agar tidak hanya mengikuti arus keilmuan, tetapi menjadikan pengetahuan sebagai alat perjuangan.

“Belajar jangan hanya ngalir aja. Harus ada arah dan keberpihakan. Kalau bisa, skripsi, tesis, atau disertasi dikembangkan untuk perjuangan lingkungan dan hak-hak rakyat,” pungkasnya.

Diskusi ini menjadi ruang penting untuk menghubungkan agama, pendidikan, dan gerakan lingkungan dalam satu napas perjuangan. Di tengah krisis iklim yang makin mengkhawatirkan, suara perempuan dari pesantren menjadi pengingat: merawat bumi adalah tugas suci yang tak bisa ditunda.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X