Wakaf dan Ekoteologi
Masukan juga datang dari berbagai lembaga yang hadir: LazisMU, BAZNAS, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Islamic Relief, hingga Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM. Mereka menyampaikan pengalaman masing-masing, termasuk keterbatasan dalam menyalurkan dana ke sektor lingkungan.
Dari MUI Pusat, Ustaz Faisal Farouq mendorong agar panduan ZIS ini tidak berhenti di tataran lembaga saja, melainkan bisa diperluas ke Komisi Fatwa MUI. Ia juga menyoroti pentingnya memasukkan aspek wakaf produktif sebagai solusi jangka panjang.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Mendapatkan Ancaman Serius Bakal Dibunuh, Tidak Satu Kali Saja
Dari Persatuan Islam (Persis), Ustaz Rahmat mengangkat satu contoh: dalam satu kegiatan wakaf tunai, mereka berhasil mengumpulkan Rp11 miliar hanya dalam waktu dua jam. Ini membuktikan bahwa kepercayaan publik tinggi, asal programnya jelas dan manfaatnya terasa.
“Kita bicara soal ekoteologi berbasis kearifan lokal. Umat ingin berkontribusi, tinggal kita siapkan salurannya,” kata Rahmat.
Jalan Panjang Menuju Ekosistem Baru
Diskusi ini mungkin baru permulaan. Namun semangatnya jelas: membangun ekosistem baru di mana dana zakat dan filantropi Islam menjadi bagian penting dari peta jalan transisi energi Indonesia.
Dedy Ibmar, akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyampaikan bahwa selama ini, isu energi masih kalah menarik dibanding isu lingkungan lain seperti sampah atau konservasi. Padahal, transisi energi jauh lebih menantang—dan membutuhkan dana lebih besar.
Baca Juga: Bukan Sekadar Simbol Sakral! Ini Alasan Mengejutkan Kenapa Cincin Paus Fransiskus Harus Dihancurkan
“Justru karena itulah, dana ZIS sangat relevan. Ini peluang sekaligus tanggung jawab umat,” ucap Dedy.
Dari forum ini, para peserta berharap akan lahir dokumen bersama, panduan syariah, dan rencana aksi yang bisa menghubungkan nilai-nilai keislaman dengan strategi transisi energi nasional.
Lebih dari sekadar diskusi, FGD ini adalah sinyal kuat bahwa filantropi Islam bisa menjadi salah satu motor penggerak utama dalam mengatasi krisis iklim—asalkan dijalankan dengan landasan nilai, didukung oleh konsensus syariah, dan disinergikan dengan kebijakan negara.
Zakat bukan sekadar sedekah, tapi investasi spiritual untuk masa depan bumi. Dan bumi, seperti yang disampaikan para ulama, adalah amanah bersama.***
Artikel Terkait
Membumikan Iman untuk Menyelamatkan Bumi, Eco Bhinneka dan GreenFaith Gelar Diseminasi Hasil Advokasi Lintas Agama untuk Mengelola Risiko Lingkungan
Mengapa Perempuan Paling Terdampak Perubahan Iklim? Ini Alasannya yang Jarang Disorot
Bukan Cuma Nelayan, Perempuan Pesisir Ternyata Jadi Garda Terdepan Hadapi Krisis Iklim dengan beban Ganda
Hari Bumi Sedunia 2025, Momentum Aksi Nyata di Tengah Krisis Lingkungan Global
Menepi dari Asap, Menjemput Energi Bersih