Namun, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Beberapa pohon sudah tumbuh cukup besar dan membantu memperlambat laju abrasi.
Ia percaya, jika lebih banyak mangrove ditanam, desa yang hilang ini bisa sedikit terselamatkan.
Selain menanam mangrove, Mak Jah juga memanfaatkan hasil laut sebagai sumber kehidupannya.
Dengan alat tangkap sederhana, ia mencari ikan dan kerang untuk kebutuhan sehari-hari.
Alam adalah satu-satunya teman setianya dalam menghadapi kerasnya hidup di tengah laut.
Kisah Mak Jah bukan hanya soal bertahan hidup, tetapi juga tentang keberanian dan keteguhan hati.
Di saat banyak orang memilih pergi, ia memilih tetap tinggal. Di saat alam semakin ganas, ia memilih melawan.
Bukan dengan amarah, tetapi dengan solusi nyata: menanam mangrove.
Kisahnya menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Abrasi bukan sekadar bencana alam, tetapi juga dampak dari ulah manusia yang abai terhadap keseimbangan ekosistem.
Baca Juga: Ga Kapok, Oknum Polisi Polrestabes Semarang Kembali Berulah, Kini Peras Remaja
Apa yang terjadi di Bedono bisa terjadi di tempat lain jika kita tidak mulai peduli.
Mungkin, Mak Jah hanya satu orang. Tapi langkah kecilnya memberi harapan besar.
Jika lebih banyak orang peduli dan ikut serta dalam upaya konservasi, maka desa-desa lain yang terancam abrasi masih bisa diselamatkan.
Artikel Terkait
Agama dan Keadilan Iklim, Merajut Kepedulian Lingkungan dalam Perspektif Spiritual
Mengintip Copenhill: Fasilitas Limbah Denmark yang Jadi Ikon Energi Hijau Dunia
Membangun Keharmonisan dengan Alam melalui Perspektif Manhaj Tarjih Muhammadiyah
PGI Tolak Mengelola Tambang, Berbeda dengan Muhammadiyah dan NU
Hukuman 5 Tahun Penjara untuk Aktivis Iklim di Inggris, Just Stop Oil Jadi Sorotan
Indonesia Kena Prank! Janji Kucurkan Dana JETP Miliaran Dollar, Cuma Angin Surga, Adik Presiden Murka