Deflasi Semu, Penurunan Daya Beli Masyarakat Tak Terlihat Nyata

photo author
- Sabtu, 8 Maret 2025 | 09:18 WIB
Februari 2025 Jawa Tengah kembali deflasi. (Foto tangkapan layar youtube BPS Jawa Tengah).
Februari 2025 Jawa Tengah kembali deflasi. (Foto tangkapan layar youtube BPS Jawa Tengah).

 

HUKAMANEWS - Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy memahami pernyataan BPS yang mengatakan bahwa diskon tarif listrik merupakan faktor utama penyumbang deflasi tahunan dan bulanan. Pasalnya, tarif listrik merupakan salah satu komponen terbesar dalam penghitungan inflasi secara umum.

“Karena kita sudah lihat bahwa tarif listrik merupakan yang terbesar, maka menjadi relevan dengan diskon tarif listrik yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam dua bulan terakhir. Karena dengan adanya diskon tarif listrik ini artinya pengeluaran masyarakat untuk pembayaran tarif listrik akhirnya lebih rendah. Jadi ketika dia lebih rendah akhirnya ter-capture oleh BPS dan mencatat perubahan harga konsumen itu lebih rendah. Makanya, munculnya fenomena deflasi,” ungkap Yusuf.

Meski begitu, Yusuf masih meragukan bahwa fenomena deflasi kali ini sebagai tanda melemahnya daya beli masyarakat. Pasalnya, menurutnya, inflasi inti masih terjaga. 

Baca Juga: Eks Pejabat Pajak Diduga Terima Rp 21,5 M! KPK Periksa, Tapi Kenapa Belum Ditahan?

“Jadi hanya dari indikator inflasi inti saja, sebenarnya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa setidaknya untuk Februari daya beli masyarakat itu sebenarnya masih ada, karena permintaan terhadap beberapa produk barang dan jasa masih dilakukan oleh masyarakat,” jelasnya.

Yusuf menuturkan untuk memastikan apakah ada perubahan daya beli masyarakat beberapa indikator ekonomi lain harus dipertimbangkan.

“Kalau kita perhatikan misalnya PHK yang terjadi di beberapa bulan terakhir, itu juga bisa juga mempengaruhi daya beli masyarakat secara umum. Tetapi untuk sampai mengambil kesimpulan bagaimana dampak PHK saya kira kita perlu melihat data lain yang belum dirilis seperti penjualan riil. Apabila penjualan riil di Februari mengalami penurunan, maka indikator terkait pelemahan daya beli perlu diwaspadai oleh pemerintah secara umum,” tegasnya.

Baca Juga: Jangan Nekat! Cek Lokasi Banjir di Google Maps dengan Cara Ini Sebelum Terlambat

Indonesia menghadapi deflasi tahunan pertama sejak tahun 2000. Selain deflasi tahunan, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan deflasi bulanan Februari 2025. Ini terjadi satu bulan menjelang Ramadan, di mana tingkat konsumsi masyarakat biasanya meningkat. Sebagai perbandingan pada Februari tahun lalu yang juga menjelang Ramadan, BPS justru mencatat terjadinya inflasi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan Indonesia mengalami deflasi tahunan 0,09 persen dan deflasi bulanan pada Februari 2025 sebesar 0,48 persen. Deflasi kali ini berlangsung sejak Januari lalu.Fenomena deflasi tahunan ini terbilang langka.

"Menurut catatan BPS, deflasi year on year pernah terjadi pada Maret 2000 di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10 persen, di mana deflasi itu disumbang, didominasi oleh kelompok bahan makanan," ungkap Amalia dalam konferensi pers di Jakarta.

Baca Juga: Kapan THR Pensiunan PNS Cair? Ini Bocoran Besaran dan Aturannya!

Amalia menjelaskan, deflasi yang terjadi kali ini terutama disebabkan oleh diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang terjadi pada Januari-Februari 2025. Ia membantah bahwa fenomena deflasi kali ini mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat, melainkan karena intervensi kebijakan pemerintah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Elizabeth Widowati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X