HUKAMANEWS - Rencana kenaikan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita menjadi Rp 15.500 per liter menuai berbagai tanggapan.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, menyoroti masalah distribusi sebagai penyebab utama dari rencana kenaikan harga ini.
Menurut Eliza, distribusi minyak goreng rakyat ini lebih banyak dikelola oleh swasta daripada BUMN pangan, yang seharusnya menjadi penyalur utama.
Eliza Mardian menjelaskan bahwa kenaikan HET MinyaKita ini lebih banyak dipengaruhi oleh masalah distribusi daripada masalah produksi.
Menurutnya, minyak goreng rakyat ini lebih banyak didistribusikan oleh pihak swasta, bukan oleh BUMN pangan yang seharusnya berperan dalam penyaluran.
Hal ini menyebabkan adanya asimetri informasi yang berdampak pada ketidakstabilan harga di tingkat konsumen.
Menurut Eliza, kenaikan harga ini diperlukan untuk memberikan keuntungan yang memadai bagi penjual eceran.
Harga modal MinyaKita di tingkat pedagang besar sudah lebih dari Rp 15.000 per liter.
Oleh karena itu, untuk menjaga margin keuntungan, kenaikan harga eceran tertinggi menjadi Rp 15.500 per liter dianggap perlu.
Baca Juga: 4 Peralatan Rumah Tangga Canggih yang Bisa Meringankan Pekerjaan di Rumah
Komponen utama yang membentuk harga pokok penjualan (HPP) MinyaKita meliputi harga crude palm oil (CPO), biaya pengolahan, pengemasan, dan distribusi.
Eliza menyatakan bahwa harga CPO dunia telah mengalami penurunan dalam dua bulan terakhir, dan harga CPO di dalam negeri juga tidak mengalami kenaikan.
Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi bahan baku, tidak ada peningkatan yang signifikan.
Artikel Terkait
Meninggal Tanpa Ahli Waris, Uang di Bank Jadi Milik Siapa? Begini Penjelasannya
Anda Diteror Debt Collector Pinjol? Ini Cara Ampuh Mengatasinya!
Pertamina vs Shell vs Vivo: Mana yang Paling Murah? Cek Perbandingan Harga BBM Terbaru Juni 2024
Heboh BUMN Indofarma Terjerat Pinjol, Erick Thohir Buka Suara
Di Balik Alasan Tokopedia dan TikTok Shop PHK Massal Ratusan Karyawan